Jumaat, 21 Jun 2019

Alquran dan rahsia angka

0 Comments
Alquran adalah mukjizat abadi Nabi Besar Muhammad saw. Adalah sangat istimewa, mukjizat abadi itu justru merupakan sebuah Kitab, dan dengannya Allah menutup kenabian. Tidaklah mengherankan apabila kemudian Alquran menjadi Kitab yang paling banyak dibaca orang, dikaji, dan ditelaah. Dan sungguh suatu "mukjizat" bahwa kajian-kajian tersebut senantiasa menjadikan orang semakin kagum dan ingin mengkaji lebih dalam. Salah satu dari keutamaan Alquran, seperti seringkali dibicarakan, adalah keindahan bahasanya (balaghah). Belakangan, para peneliti modern-dengan memanfaatkan kemajuan sains dan teknologi-mengungkap kenyataan baru tentang adanya hubungan makna antara kata-kata tertentu dalam Alquran, yang mempunyai frekuensi penyebutan yang sama banyak. Inilah yang kemudian disebut dengan i'jaz `adadiy (keajaiban dari segi bilangan).


Buku ini, Alquran dan Rahasia Angka-Angka, menguraikan sejarah penghitungan kata-kata dalam Alquran sejak masa salaf. Dengan merangkum hampir semua penelitian yang pernah dilakukan para peneliti terdahulu, penulisnya, Dr. Abu Zahra' An- Najdiy-dosen filsafat yang terkemuka di sebuah universitas di Syria-mengemukakan banyak fakta baru yang sangat menarik, yang selama ini belum terungkapkan oleh peneliti lain.
Inilah buku yang paling lengkap dan paling mutakhir dalam bidangnya, yang penyusunannya sendiri, diakui oleh penulisnya sebagai "suatu mukjizat". Buku ini menjadi lebih istimewa, justru karena penulisnya saat ini tengah merampungkan buku keduanya, yang diakuinya karena tak kuasa menahan taburan pesona yang dipancarkan Alquran mukjizat, abadi Nabi kita saw.
Diterjemahkan dari buku aslinya Min al-I'jaz al-Balaghiy WA al-'Adadiy li al-Qur’an al-Karim,
karya DR. Abu Zahra' An-Najdiy terbitan Al-Wakalah AI-'Alamiyyah li At-Tawzi, 1990
Penerjemah: Agus Effendi Penyunting: Tim Redaksi Pustaka Hidayah
Hak terjemahan dilindungi undang-undang
All rights reserved
Cetakan Pertama, Rabi N-Awwal 1412/September 1990 Cetakan Kedua, Syawwal 1416/Maret 1996
Diterbitkan oleh PUSTAKA HIDAYAH JI. Rereng Adumanis 3l, Sukaluyu TeIp./Fax. (022) 2507582 Bandung40123
Desain Cover: Art Ghaida
Pembuatan dalam bentuk ebook, belum se-izin pemegang copyright. Jika dirasa tidak bermanfaat dan merugikan, kami mohon maaf dan kami akan segera menghapusnya dari materi download di situs www.pakdenono.com
Konversi html & chm: pakdenono Juni 2007
< BACK DAFTAR ISI NEXT >
DEPAN
download ebook gratis: www.pakdenono.com
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
BAB 1 I'JAZ AL-QURAN
Menurut bahasa kata "mu’jizah" berasal dari kata "'ajz" (lemah), kebalikan dari kata "qudrah" (kuasa). Pada dasarnya Mu’jiz itu adalah Allah SWT., yang menyebabkan selain-Nya lemah. Pemberi kekuasaan kepada selain-Nya juga adalah Zat Allah SWT., karena Ia sebagai Penguasa mereka. Sebagai bentuk mubalaghah (penegasan) kebenaran berita, mengenai betapa lemahnya orang-orang yang didatangi Rasul untuk menentang mu’jiz tersebut, maka huruf "ta" marbuthah ditambahkan kepada kata "mu’'jiz" sehingga menjadi "mu’jizah ". Bentuk mubalaghah ini juga terjadi, misalnya pada kata, "'allamah", "nassabah", dan "rawiyah".
Menurut para Mutakallimln (teolog), mukjizat ialah munculnya sesuatu hal yang berbeda dengan adat kebiasaan yang terjadi di dunia (dar al-taklif) untuk menunjukkan kebenaran kenabian (nubuwwah) para Nabi.
Al-Thusi mendefinisikan mukjizat dengan terjadinya sesuatu yang tidak biasa terjadi, atau terjadinya sesuatu yang menggugurkan sesuatu yang biasa terjadi yang disertai dengan perombakan terhadap adat kehiasaan, dan hal itu sesuai dengan tuntutan,
AI-Quran ialah mukjizat abadi Nabi Muhammad saw., yang dengannya seluruh manusia dan jin ditantang untuk membuat yang serupa dengan Al- Quran tersebut, sebuah atau sepuluh surat yang sama dengan surat yang ada di dalamnya. Para ahli balaghah dan para ahli bahasa Arab di antara mereka ternyata tidak mampu membuat sebuah surat pun yang serupa dengan surat yang ada di dalam Al-Quran sehingga akhirnya mereka menggunakan kekuatan dengan berupaya memerangi Rasulullah, menawarkan jabatan dan harta kepada beliau, bukan membuat sehuah surat yang serupa dengan AI-Quran. Allah SWT. di dalam Kitab-Nya menjelaskan bahwa AI-Quran merupakan mukjizat:
Dan orang-orang kafir Makkah mengatakan: “Mengapa kepadanya tidak diturunkan mukjizat-mukjizat dari Tuhannya?" Katakanlah: "Sesungguhnya mukjizat-mukjizat tersebut terserah kepada Allah. Dan sesungguhnya (Muhammad) hanyalah seorang pemberi peringatan yang nyata."Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwa kami telah menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) dan ia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya di dalam Al-Quran itu terdapat rahmat yang besar dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. (Al-Ankabut: 50- 51)
Dengan penjelasan ini, Allah SWT. menegaskan bahwa Al-Quran merupakan ayat yang terang dan mukjizat yang cukup bagi manusia.
Jumhur kaum Muslimin berpendapat bahwa Al-Quran sendiri merupakan mukjizat (mu ’jiz bi dzatih). Maksudnya, bahwa AlQuran dengan seluruh yang ada di dalamnya, termasuk struktur kalimat; balaghah, bayan (penjelasan), perundang-undangan (tasyri'), berita-berita
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
gaib dan seluruh persoalan lain yang merupakan mukjizat, telah menyebabkan seluruh manusia tidak mampu membuat yang serupa dengannya.
Abu Ishaq Ibrahim Al-Nidzam, seorang Mu'tazilah, dan Al-Syarif Al- Murtadha, seorang Syi'ah Ja'fari berpendapat bahwa Al-Quran itu mu’jiz bi al-sharfah. Yang dimaksud dengan sharfah adalah bahwa Allah SWT. memalingkan hamba-hamba-Nya dengan menarik kehendak mereka, dan dengan mengelukan lidah-lidah mereka untuk membuat yang serupa dengan Al-Quran.
Sebenarnya, Al-Quran merupakan mukjizat (mu’jiz bi dzatih), adalah disebabkan ketinggian balaghah, struktur bahasa, bayan, dan perundang- undangan (tasyri')-nya yang adil dan relevan bagi manusia, potensi- potensinya, tujuan penciptaannya yang harmonis dengan hukum alam yang umum, dan juga berita-berita gaibnya yang manusia tidak akan mampu memberitakan hal demikian. Al-Baqilani mengatakan: "Seandainya Al- Quran bukan merupakan mukjizat berdasarkan yang telah kami sifatkan dari segi struktur bahasanya yang mumtani' (tidak mungkin tertandingi), maka kendatipun Al-Quran disusun dengan struktur bahasa yang sangat tinggi dan dengan kefasihan yang sangat tinggi pula, tentu kemukjizatannya akan lebih hebat lagi seandainya mereka dipalingkan untuk membuat yang serupa dengannya, seandainya mereka dicegah untuk menentangnya, serta seandainya anggapan-anggapan mereka dibelokkan dari padanya. Tentu pula hal itu menunjukkan tidak perlunya AI- Quran diturunkan dengan struktur bahasa yang indah, fasih dan menakjubkan. Sebab, seandainya mereka dipalingkan dari anggapan- anggapannya, niscaya orang-orang jahiliah sebelum mereka tidak perlu dipalingkan dari kefasihan, balaghah, keindahan struktur bahasa dan ke- ajaiban susunannya, karena mereka tidak ditantang oleh Al-Quran untuk melakukan yang serupa, di samping hujjah-nya pun tidak selayaknya diungkapkan mereka. Oleh karena itu, tidak pernah dijumpai pembicaraan seperti itu sebelumnya. Hal itu merupakan bukti bahwa apa yang diklaim oleh seseorang yang meyakini adanya sharfah, merupakan suatu kebatilan yang nyata, yang akan membatalkan pendapat mereka mengenai adanya sharfah tersebut. Seandainya penentangan itu mungkin, maka kalam bukan merupakan mukjizat. Mukjizatnya justru pada pelarangan, sehingga kalam itu sendiri tidak lebih istimewa dari yang lain. Maka tidak mengherankan apabila dikatakan: ‘Sesungguhnya semua orang akan mampu membuat yang serupa dengan Al-Quran, hanya saja mereka terlambat karena mereka tidak mengetahui bentuk susunan (seperti AI-Quran - penj.), seandainya mereka telah mengetahuinya, pasti mereka akan mampu melakukannya'."
Al-Khithabi menolak pendapat bahwa Al-Quran merupakan mukjizat bi al-sharfah. Beliau mengatakan: "Al-sharfah, merupakan hal yang tidak begitu berbeda dengan i’jaz. Hanya saja, petunjuk ayat membuktikan sebaliknya, yaitu firman Allah SWT.:
Katakanlah: "Seandainya manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan mampu membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain. " (Al-Isra: 88)
Dalam hal demikian, ia menunjuk kepada persoalan yang caranya bersifat takalluf (dibuat-buat) dan diupayakan, dengan cara yang matang dan dilakukan bersama-sama. Dan yang dimaksud dengan al-sharfah seperti yang telah mereka sifatkan tidaklah sejalan dengan sifat ini sehingga hal ini menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah sifat yang lain. Wallahu a'lam."
Muhammad bin Amru Al-Razi, dalam tafsimya Al-Kabir, menegaskan bahwa kedua pendapat tersebut - pendapat yang mengatakan bahwa Al- Quran sendiri merupakan mukjizat, dan pendapat yang mengatakan bahwa Al-Quran mu’jiz bi alsharfah - satu sama lain menjadi pendahulu di dalam memberikan bukti.
Beliau mengatakan: "Al-Quran, baik ia sendiri merupakan mukjizat
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
atau bukan, adalah mukjizat. Apabila ia merupakan mukjizat maka ia sudah sampai kepada yang dimaksud. Apabila ia bukan merupakan mukjizat, bahkan banyak orang yang mampu untuk menentangnya, dan untuk melakukan hal demikian tidak dipalingkan dan dilarang, maka atas dasar ini tindakan menandinginya merupakan sesuatu keharusan dan kelaziman. Dengan ketidakmampuan menandingi tersebut, dengan disertai kemungkinan-kemungkinan, jelas merupakan pembatal terhadap kebiasaan sehingga ia merupakan mukjizat."
Sedangkan penulis .Al-Mizan bi Tafsir Al-Quran berpendapat bahwa Al-Quran sendiri merupakan mukjizat (mu’jiz bi dzatih). Beliau mengatakan: "Firman Allah SWT.: 'Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al- Quran? Kalau sekiranya AlQuran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka akan mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya,' jelas merupakan bukti bahwa AI-Quran tidak mungkin dapat ditandingi oleh manusia dengan mendatangkan sesuatu yang serupa dengannya. Wujud Al-Quran itu sendiri yang pada lafaz dan maknanya tidak terjadi pertentangan, itu saja, tidak mungkin dapat ditandingi oleh makhluk untuk membuat kalam yang tidak dikenai pertentangan di dalamnya. Bukan karena Allah memalingkan mereka sehingga mereka tidak bisa menandinginya dengan menunjukkan pertentangan di dalamnya, dan pendapat mereka yang mengatakan bahwa kemukjizatan AI-Quran itu bi al-sharfah (pemalingan) merupakan pendapat yang tidak bisa dijadikan sandaran."
Al-Rummani Ali bin Isa, seorang Mu'tazilah, di dalam bukunya Al- Nukat fi /’jaz Al-Quran, juga berpendapat mengenai adanya i’jaz balaghi, juga berpendapat bahwa kemukjizatannya bi al sharfah. Pendapat ini diikuti oleh Al-Nadhdham AI-Mu'tazili, Hisyam Al-Quthi, dan Ibad bin Sulaiman. AI- Qadhi Abdut Jabbar Al-Mu'tazili berpendapat bahwa i jaz itu pada kefasihan Al-Quran. Adapun al-sharfah (pemalingan) merupakan hujjah yang lazim bagi yang berpendapat demikian.
Yang dimaksud dengan al-sharfah oleh Mu'tazilah ialah baitwa Allah SWT. memalingkan kehendak mereka untuk menandingi AI-Quran.
Meieka berpendapat: "Sekiranya Allah SWT. mengangkat Nabi pada masa kenabian (nubuwwah), dan mukjizatnya terjadi ketika menggerakkan tangannya, melangkahkan kakinya, atau sewaktu duduk di antara kaumnya, kemudian dikatakan kepadanya: 'Apa bukti kebenaranmu?' Beliau menjawab: 'Bukti kebenaranku ialah bisa menggerakkan tanganku atau menjulurkan kakiku, dan kalian tidak mungkin dapat melakukan seperti yang telah kulakukan.' Andaikan seluruh kaum badannya dalam keadaan sehat, sedikit pun anggota badan mereka tidak cacat. Selanjutnya beliau menggerakkan tangannya atau menjulurkan kakinya, kemudian mereka mulai mau melakukan seperti yang beliau lakukan, akan tetapi mereka tidak bisa melakukannya. Semua itu merupakan bukti atas kebenarannya."
Sebenarnya argumentasi mereka yang berpendapat bahwa Al-Quran merupakan rnukjizat bi al-sharfah (pemalingan) seperti itu, pada dasarnya adalah mukjizat dengan halangan yang bersifat eksternal, bukan dari AI- Quran itu sendiri. Halangan eksternal ini bukanlah pendahulu bagi halangan sejati (al-imtina' al-dzati). Bagi mereka yang berpendapat demikian, suatu kalam yang paling tinggi dan yang sebaliknya - dalam balaghah - adalah sama, selama halangan tersebut bersifat eksternal. Selanjutnya, sekiranya yang memalingkan dari luar Al-Quran sendiri, maka orang Arab, seperti Musailamah dan yang lainnya, yang berusaha menandingi Al-Quran, akan gagal dan binasa.
Perlu dijelaskan bahwa antara mukjizat dan mumtani' ada perbedaan. Sebagaimana telah kami jelaskan sebelumnya, mukjizat adalah terjadinya sesuatu yang tidak biasa terjadi atau terjadinya sesuatu yang menggugurkan sesuatu yang biasa terjadi yang disertai dengan perombakan terhadap adat kebiasaan, dan hal itu sesuai dengan tuntutan. Adapun mumtani' ialah sesuatu yang pada hakikatnya ia sendiri bersifat mustahil terjadi, yaitu bahwa ketika akal menggambarkan suatu subtansi mumtani', pada dasarnya, subtansi tersebut mustahil terwujud. Contoh, menggambarkan wujud lingkaran yang diameternya lebih besar dari kelilingnya. Pada dasarnya, ketika akal menggambarkan subtansi tersebut, ia menghukumi bahwa hal itu tidak akan terwujud, seperti mustahilnya bahwa bagian itu lebih besar dari keseluruhan, dan mustahilnya dua hal yang kontradiksi bisa bersatu. Contoh-contoh subtansi di atas, pada dasarnya ia sendiri bersifat mumtani' (mustahil terwujud). Actapun mukjizat, tidak bersifat mumtani', seperti membekunya air laut sebagai
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
benteng kepada Musa a.s., atau tidak membakarnya api kepada Ibrahim a.s. yang menurut kebiasaan api itu membakar. Semua ini termasuk hukum-hukum alam (alsunan al-kauniyyah) yang telah diciptakan Allah SWT., hanya saja hukum-hukum alam tersebut tidak mungkin bisa diubah selain oleh Penciptanya, yaitu Allah SWT, karena seluruh manusia tidak akan mampu mengubahnya.
Sungguh kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunnatullah (hukum alam). (AI-Ahzab: 62)
Apabila seorang Nabi diminta untuk mendatangkan suatu bukti, maka dengan izin Allah SWT. dia akan mampu mengubah sunnatullah tersebut, karena pada dasarnya sunnatullah itu bisa berubah, hanya saja bagi manusia ia bersifat mumtani' (mustahil berubah). Dengan kata lain, mukjizat itu bersifat mumtani' bagi manusia, akan tetapi dengan izin Allah SWT. bersifat mungkin bagi Nabi. Sedangkan mumtani' sendiri pada hakikatnya bersifat mumtani', dan kekuasaan Allah tidak berkaitan dengan al-muntani'at (hal-hal yang bersifat mumtani'). Al-Quran sendiri merupakan mukjizat. Artinya, bahwa setiap makhluk mustahil akan mampu membuat vang serupa dengannya. Sedangkan hubungannya dengan Allah SWT tentu Ia akan mampu membuat yang serupa dengannya, karena Ia sendiri Mahakuasa atas segala sesuatu.
< BACK DAFTAR ISI NEXT >
DEPAN
download ebook gratis: www.pakdenono.com
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
BAB 1 I'JAZ AL-QURAN Macam-macam I'jaz AI-Quran
( 1 / 3 )
I’jaz AI-Quran terdiri dari beberapa macam. Sebagian di antaranya telah kami jelaskan. Dengan kehendak Allah, pada masa akan datang mudah-mudahan akan terus terungkap i'jaz-i'jaz yang lain, karena keajaiban-keajaiban Al-Quran itu tidak akan pernah habis. Di antara macam i’jaz Al-Quran yang telah kami jelaskan ialah i’jaz balaghi, i’jaz mengenai berita gaib, ijaz tasyri'i (perundang-undangan) dan i’jaz 'ilmi. I’jaz dengan berbagai macamnya, seperti i’jaz al-thibbi (kedokteran), i’jaz al-falaki (astronomi), i’jaz al-jughrafi (geografi), i’jaz al-thabi'i (fisika), i’jaz adadi (jumlah), i’jaz i'lami (informasi), dan i'jaz-i’jaz lainnya. Macammacam i'jaz tersebut telah kami bahas pada buku Al-I’jaz Al-Quraniy fi Wujuhih Al- Muktasyifah (Macam-macam I'jaz Al-Quran yang Terungkap). Adapun buku yang ada ditangan anda adalah hanya merupakan salah satu bagian dari buku tersebut. Atas dasar usulan sebagian pembaca, karena pentingnya persoalan ini, maka pembahasan mengenainya saya pisahkan dalam buku yang ada pada tangan pembaca ini dengan beberapa tambahan agar bisa lebih menambah manfaatnya.
Salah satu i’jaz Al-Quran adalah perhatiannya yang besar terhadap setiap hubungan yang terjadi di dalamnya. Tidak ada satu Kitab Sammawi pun, lebih-lebih Kitab Ardhi, yang memberikan perhatian begitu rupa seperti yang dilakukan oleh AI-Quran. Sejak Al-Quran mulai diturunkan, ayat-ayat dan surat-suratnya sudah dihafalkan oleh banyak kaum Muslimin. Begitu juga tafsir-tafsirnya, penafsiran-penafsiran Rasulullah mengenainya, dan pendapatpendapat para ulama tafsir sehingga dengan berlalunya waktu telah lahir thabaqat al-mufassirin (tingkatan-tingkatan para mufassir), dan pada setiap tingkatan tersebut telah banyak buku tafsir yang ditulis. Banyaknya para mufassir dan besarnya perhatian mereka tidak lain adalah karena besarnya peran Al-Quran. Al-Quran tidak hanya mereka tafsirkan, akan tetapi juga dari AI-Quran telah muncul berbagai ilmu yang mereka tulis. Di antaranya studi tentang ayat-ayat muhkam dan mutasyabih, asbab al-nuzul, pembagian ayat kepada makiah dan madaniah, ilmu tajwid, ilmu qiraat, i’jaz AI-Quran, i'rab Al-Quran, ilmu rasm AI-Quran dan buku-buku yang ditulis mengenai penghitungan ayat-ayat AlQuran, pembagiannya kepada juz, hizb, anshaf al-ahzab dan rub' di samping karya-karya mengenai nasikh-mansukh, linguistik AlQuran, balaghah, nudzhum (struktur bahasa Al-Quran), bayan (kejelasan) dan ma'ani (makna-makna) kata dan kosa katanya, bahasa kabilah, keutamaan surat- suratnya, pahala membaca AlQuran, etika tilawah, sampai-sampai perhatian terhadap Al-Quran pun telah mendorong perhatian terhadap penghitungan jumlah kata-kata, lafaz-lafaz, huruf-huruf dan hubungannya antara kata, huruf, ayat dan surat di dalamnya.
Dengan kebetulan, di perpustakaan 'Arif Hikmat, di Madinah AI- Munawarah, saya mendapatkan sebuah makhtuthat (buku yang masih ditulis tangan) yang ditulis kira-kira pada abad ketiga hijriah, yaitu pada masa kekuasaan Abdul Malik bin Marwan. Di dalam makhthuthat tersebut terdapat kutipan dari banyak orang mengenai bagaimana cara mereka menghitung huruf-huruf AIQuran dengan menggunakan biji gandum. Penghitungan-penghitungan tersebut telah mereka susun dalam sebuah risalah kecil yang kebetulan saya temukan. Di dalamnya terdapat penjelasan mengenai jumlah ayat, huruf dan jumlah masing-masing huruf dalam Al-Quran dan seterusnya. Di bawah ini adalah salah satu kutipan dari makhthuthat tersebut:
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
Diriwayatkan oleh sebagian mereka bahwasanya ia ditanya: "Bagaimana kalian menghitung huruf-huruf AI-Quran?" Dia menjawab: "Dengan gandum." Diriwayatkan juga bahwa mereka menghitungnya selama empat bulan. Menurut penduduk Madinah pertengahan Al-Quran itu pada surat AI-Kahfi, ketika Allah berfirman: maa lam tastati', alaihi shabra (apa yang telah membuat engkau tidak sabar itu) (Al-Kahfi: 78). Al-Hajjaj bertanya kepada mereka: "Beritahu aku huruf AI-Quran mana yang merupakan tengah-tengah Al-Quran?" Lantas mereka menghitung dan sepakat bahwa huruf tengah-tengahnya pada surat Al-Kahfi, yaitu pada firman Allah: wa alyatalaththaf. Huruf "ta" pada setengah pertama Al-Quran dan huruf "lam" pada setengah terakhir AI-Quran. Wallahu a'lam bi al- shawab .. . Inilah hitungan surat, kata dan huruf Al-Quran.
Sudahkah pembaca yang budiman memberikan perhatian sejauh itu? Coba renungkan, adakah sebuah Kitab yang mendapatkan perhatian sedemikian atau minimal mendekatinya? Inilah AlQuran, yang pada masa modern ini, telah bisa dihitung dengan bantuan alat hitung elektronik sehingga telah melahirkan banyak karya dalam hal i’jaz 'Adadi Al-Quran. Perhatian yang demikian besar terhadap kalamullah ini menjadi bukti i’jaz dalam menjaga Kitab yang mulia ini, yang Allah telah menjanjikan untuk menjaganya.
Sesungguhnya telah Kami turunkan AI-Quran dan sesungguhnya Kami akan menjaganya. (Al-Hijr: 9)
Allah berfirman:
Maka Aku bersumpah dengan masa turunnya bagaan-bagian Al- Quran. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar, jika kamu mengetahui. Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang mulsa terpelihara, tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan seru sekalian alam. (AI-Waqiah: 75-80)
Allah berfirman:
Bahkan yang didustakan mereka ini ialah Al-Quran yang mulia, yang tersimpan di Lauh Al-Mahfudzh. (AI-Buruj: 21-22)
Saya ingin tegaskan kepada pembaca bahwa AI-Quran dijaga bukan karena ia merupakan Kitab Allah. Karena apabila itu yang menjadi sebab, maka seluruh kitab samawi pun seharusnya dijaga pula dari tahrif (distorsi) dan tabdiI (pengubahan). Sebab keterjagaan Al-Quran adalah kembali kepada persoalan-persoalan berikut:
Pertama, Allah SWT berjanji dan menjamin akan menjaganya.
Kedua, karena risalah Islam merupakan risalah terakhir sehingga perundang-undangannya harus abaditidak boleh diubah, terdistorsi dan diganti. Karena sekiranya pengubahan, pendistorsian dan penggantian itu boleh dilakukan, maka manusia memerlukan sebuah kitab dan seorang rasul yang baru, padahal AI-Quran akan tetap sampai hari kiamat dan Muhammad saw. adalah penutup para nabi dan rasul.
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
Bukanlah Muhammad itu ayah seseorang di antara lelaki kalian, melainkan ia rasulullah dan penutup para nabi. (Al-Ahzab: 40)
Dengan demikian, maka Al-Quran wajib terjaga dari tahrif. Sekiranya kita asumsikan bahwa ayat yang menjanjikan akan menjaga Al-Quran, yaitu: "Sesungguhnya telah Kami turunkan AI-Quran dan sesungguhnya Kami akan menjaganya", tidak ada, maka akal sendiri akan menghukumi tentang wajibnya keterjagaan AI-Quran dari tahrif dan tabdil.
Ketiga, karena AI-Quran merupakan penutup kitab samawi, dan bahwa mukjizat para nabi terdahulu pun tetap dinukil, maka hal itu mengharuskan adanya mukjizat abadi yang membenarkan pengakuan penutup para nabi dan kebenaran para nabi dan risalah-risalah samawi sebelumnya. Allah berfirman:
Dan kitab yang Kami wahyukan kepadamu ialah kitab yang benar, yang membenarkan apa yang (disebutkan di dalam kitab- kitab) sebelumnya; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Melihat hamba-hamba-Nya. (Fathir: 31)
Keempat, Allah SWT berjanji bahwa ayat-ayat-Nya tidak akan terputus, melainkan akan berlanjut. Allah berfirman:
Akan Kami tunjukkan kepada mereka ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan) Kami di sekitar jagat raya dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelas bagi mereka bahwa Al-Quran itu benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu? (Fushshilat: 53)
( 1 / 3 )
< BACK DAFTAR ISI NEXT >
DEPAN
download ebook gratis: www.pakdenono.com
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
BAB 1 I'JAZ AL-QURAN Macam-macam I'jaz AI-Quran
( 2 / 3 )
Ayat ini sendiri, pada hakikatnya, merupakan mukjizat. Ia menegaskan keberlanjutan munculnya ayat-ayat bagi manusia dan ayat- ayat yang muncul di jagat raya (afaq), pada diri kita, dan pada tujuan masing-masing. Ini semua merupakan bukti atas kebenaran risalah Islam dan Al-Quran sebagai kebenaran yang datangnya dari Allah SWT.
Dengan demikian, kendatipun dengan keterpecahan umat Islam ke dalam berbagai firqah (kelompok) dan dihadapkannya kepada tipu daya musuh serta dengan tidak adanya alat-alat cetak dan perekam yang canggih sebagaimana yang bisa kita saksikan pada saat ini, Al-Quran tetap terjaga dari tahrif dan tabdil. Adalah merupakan kehendak Allah bahwa seluruh kebatilan yang akan merusak AI-Quran harus musnah. Al- Quran adalah Kitab yang tidak akan dikenai kebatilan baik dari Al-Quran itu sendiri maupun dari luar Al-Quran. Atas dasar itu semua, Al-Quran adalah sebuah Kitab yang tidak pemah mengalami tahrif dan kehilangan, sebagaimana yang terjadi pada kitab-kitab samawi yang lain. Allah berfirman:
Bahkan ia merupakan ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang- orang yang diberi ilmu ..... (AI-Ankabut: 49)
Oleh karena itu pula maka Allah SWT telah menjaga AIQuran, di samping juga telah menjaga pendahulu-pendahulunya. Sehingga Ia menjaga Bahasa Arab dari kepunahan yang merupakan satu-satunya bahasa di dunia yang tidak mengalami perubahan, pergantian, kepunahan dan keterbelakangan sebagaimana yang dialami oleh bahasa-bahasa lain di dunia. Dengan asumsi bahwa bahasa adalah seperti wujud yang hidup dan berkembang secara bertahap dan berjalan seperti berkembangnya manusia, dimulai masa kanak-kanak, berkembang sampai masa remaja dan masa tua untuk selanjutnya lanjut usia dan mati. Berdasarkan teori ini, maka perjalanan akhir setiap bahasa di dunia adalah kematian. Ini merupakan persoalan yang tidak bisa ditawar-tawar. Kalau kita membaca sejarah bahasa di dunia, kita tidak akan mendapatkan satu bahasa klasik pun pemah digunakan oleh manusia yang masih hidup sebagaimana asalnya. Namun demikian teori ini tidak berlaku bagi bahasa Arab. Apa rahasianya? Bukankah bahasa Arab sama seperti bahasa yang lain? Pada dasarnya memang bahasa Arab tidak berbeda dengan bahasa-bahasa lain di dunia, hanya saja rahasia ketidakrelevanan teori diatasterhadap bahasa Arab adalah bukan terletak pada bahasa itu send'tri, melainkan pada mukjizat besar, yaitu Al-Quran Al-Karim yang diturunkan dengan bahasa tersebut, sehingga bahasa tersebut harus terjaga demi keteqagaan AI- Quran; karena Al-Quran menggunakan "bahasa Arab yang terang" (AI- Syu'ara: 195).
Dengan demikian tegaklah mukjizat besar ini dan terombaklah adat kebiasaan punahnya, bahasa dengan tidak punahnya bahasa Arab, yaitu untuk menjaga Al-Quran. Sepanjang sejarah didunia tidak ada satu nash pun yang terjaga dari tahrif, pengurangan dan penambahan seperti Al- Quran. Ini merupakan persoalan yang merombak adat kebiasaan, di samping sebagai mukjizat yang mendorong jiwa untuk membenarkannya.
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
Ringkasnya, apabila AI-Quran merupakan kebenaran mutlak, realitasnya menegaskan hal demikian dan ia sendiri merupakan mukjizat, maka AI-Quran merupakan ayat yang jelas dan petunjuk bahwa mukjizat ini dari sisi Allah SWT. Betapa kebenaran dan mukjizat itu semerbak baunya ketika Allah SWT berfirman:
Dan Kami tinggikan bagimu sebutanmu. (Al-Insyirah: 4)
Ayat tersebut ditujukan kepada Rasulullah saw., seorang manusia di antara sekian banyak manusia di sepanjang sejarah yang diistimewakan oleh wahyu. Ia diseru oleh Al-'Aliyy Al-A'la SWT bahwa Ia akan meninggikan sebutannya. Apakah anda pernah mendapati seorang manusia di antara para tiran, raja, ulama, ahli pikir, baik yang berbudi maupun yang jahat, yang namanya ditinggikan seperti nama Rasulullah saw.? Apakah anda pernah mendapati atau mendengar seseorang yang namanya dipanggil pada setiap hari dan di setiap penjuru alam, serta tidak disebut namanya kecuali diikuti dengan mendoakan kesejahteraan dan keselamatannya, selain Muhammad bin Abdillah saw.? Baik mereka itu Nabi atau Rasul, jin atau manusia, raja atau makhluk Allah SWT lainnya. Allah berfirman;
Sesungguhnya Kami telah memberimu nikmat yang banyak. (AI- Kautsar: 1)
Allah juga berfirman:
Sesungguhnya orang-arang yang membencimu dialah yang terputus. (Al-Kautsar: 3)
Apakah anda pernah melihat satu keturunan yang lebih banyak dari keturunan Rasulullah saw.? Pernah saya diberitahu oleh sebagian orang bahwa turunan keluarga suci ('ithrah thahirah) itu sudah mencapai 15 juta orang yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Ini merupakan kebenaran mengenai banyaknya turunan Rasulullah saw. Pertanyaannya sekarang, di mana keturunan para pembenci Rasulullah saw.? Apakah engkau dapati seseorang dari mereka atau engkau dengar suara mereka? (Maryam: 98).
Kalimat-kalimat pada AI-Quran adalah kalimat-kalimat yang menakjubkan, yang berbeda sekali dengan kalimat-kalimat di luar Al- Quran. Ia mampu mengeluarkan suatu yang abstrak kepada fenomena yang dapat dirasakan sehingga di dalamnya dapat dirasakan ruh dinamika. Adapun huruf tidak lain hanyalah simbol makna-makna, sementara lafaz memiliki petunjuk-petunjuk etimologis yang berkaitan dengan makna- makna tersebut. Menuangkan makna-makna yang abstrak tersebut kepada batin seseorang dan kepada hal-hal yang bisa dirasakan (al-mahsusat) yang bergerak di dalam imajinasi dan perasaan, bukanlah hal yang mudah dilakukan. Ia diumpamakan jarum suntik yang ditusukkan ke dalam tubuh untuk mengobati penyakit-penyakitnya, untuk mengangkat spiritualitas- spiritualitasnya, mendekatkannya kepada Allah SWT, untuk merajut sebuah kisah dari lataz-lafaznya yang kaku sehingga temuan-temuan dan pasal-pasalnya berjalan di atas panggung yang menambah dinamika kehidupan yang dapat dirasakan. Termasuk kesulitan seseorang ialah menundukkan seluruh kata dalam suatu bahasa, untuk setiap makna dan imajinasi yang digambarkannya. Sementara Al-Quran tidak berbicara dengan sebuah kata kecuali sejalan dengan makna yang dikehendaki dan pada tingkat kedalaman paling tinggi. Ketika anda merenungkan sebuah ayat yang akan menjelaskan kepada anda cara penciptaan alam, misalnya dengan dasar sistem yang teratur dan pengaturan yang tidak bertentangan satu sama lain dan tidak rusak, maka anda akan mendapati ayat tersebut menjelaskan makna tersebut dengan fenomena gerakan yang dapat dirasakan, yang berputar di depan kedua mata anda sendiri; seakan-akan anda sedang berada di hadapan laboratorium dengan bergerak sangat
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
cepat pada sistem yang berkelanjutan:
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi selama enam masa, lalu Ia bersemayam di atas 'Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan pula oleh-Nya) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah- Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah itu hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Tuhan seru sekalian alam. (Al-A'raf: 54)
Perhatikanlah firman Allah ' Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat" dan anda bayangkan gerakan apa yang terbayang pada pikiran anda? Sungguh anda akan mendapati gambaran gerak yang bergerak dengan cara lain seperti dijelaskan dalam firman Allah SWT: Tidak mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang, dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Yasin: 40)
( 2 / 3 )
< BACK DAFTAR ISI NEXT >
DEPAN
download ebook gratis: www.pakdenono.com
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
BAB 1 I'JAZ AL-QURAN Macam-macam I'jaz AI-Quran
( 3 / 3 )
Dari ayat ini, anda akan mengetahui, sebagaimana anda lihat, bahwa anda berada di depan gerakan yang tidak terlalu cepat, juga tidak lambat, yang disadari oleh perasaan dan imajinasi.
Berikut ini saya ringkaskan pendapat Doktor Muhammad Sa'id Al- Buthi yang bisa dijadikan referensi untuk penulisan i’jaz lughawi, dan sebelumnya saya mohon maaf melakukan sedikit perubahan dan pengurangan:
Pada dasarnya, menjangkau kedalaman balaghah pembicaraan pada kesesuaian lafaz dengan makna dan pada sejauh kemampuan penundukan yang pertama untuk menjelaskan yang kedua dan untuk menerangkannya pada tempat yang dikehendaki serta untuk mewujudkan persoalan itu pada posisinya yang sempurna, merupakan persoalan yang sulit bahkan mustahil dapat dicapai oleh kekuatan manusia, dan hal demikian dikarenakan dua sebab:
Pertama, sesungguhnya makna dan gambaran itu selamanya lebih dahulu sampai kepada pikiran dibanding lafaz-lafaz dan batin-batin ungkapan. Kendatipun lafaz-lafaz tersebut dihiasi, akan tetapi pada umumnya lafaz-lafaz tersebut tidak mampu mewujudkan hakikat perasaan- perasaan jiwa yang bergejolak di dalamnya. Bahasa, kendatipun ada macamnya, tetap tidak akan bisa menyampaikan sesuatu selain sebagian kecil dari perasaan dan makna. Misal, perasaan sakit itu merupakan gabungan dari berbagai perasaan, akan tetapi tidak bisa diungkapkan kecuali dengan satu kata bahasa, sakit. Rasa gula-gula adalah gabungan dari berbagai rasa, akan tetapi ia hanya bisa diungkapkan dengan satu kata bahasa, yaitu gula-gula. Begitu juga masalah warna, bau-bauan dan sebagainya, tidak bisa diungkapkan oleh bahasa, kecuali sebagian dari padanya. Setiap kali anda mau mendalamkan suatu ungkapan makna temyata bahasa selalu berbeda dengan perasaan anda sehingga anda pun tetap beserta perasaan-perasaan jiwa anda yang membisu.
Kedua, kendatipun seorang pembicara atau seorang penulis adalah seorang ahli bahasa yang sangat piawai, di hadapan bahasa ini ia laksana menghadapi samudera luas kata, ungkapan hakikat dan metafora yang beragam, dan tidak mungkin seluruh ungkapan ini dapat disingkapkan dengan jelas di hadapan para pengkhayalnya scbagaimana huruf-huruf pada mesin tik tidak mungkin bisa mengungkapkan seluruh kehendak operatornya. Ia - ketika ingin mengungkapkan sesuatu - hanya dapat menceburkan sekilas pikirannya ke dalam samudera luas ini untuk menemukan sesuatu yang mudah ditemukan dan diucapkan, atau yang sudah biasa ditemukan oleh pena dan pikirannya di dalam samudera tersebut. Di dalam bahasa terdapat banyak kata-kata sinonim yang membantunya dalam mengungkapkan maksudnya, sebagian menempati tempat, sebagian lainnya di dalam ungkapan umum mengenai maksudnya. Masing-masing kata sinonim tersebut petunjuk dan isyaratnya khusus. Begitu juga pemberian kandungan maknanya berbeda dengan lainnya. Perbedaan ini akan nampak jelas apabila seorang penulis atau pembicara mau menyampaikan gambarannya yang mendalam mengenai perasaan, pikiran dan pandanganpandangannya kepada seorang pendengar. Pada kata-kata sinonim tersebut ternyata anda mendapati perbedaan-perbedaan di antara masing-masing kata tersebut. Perhatikanlah bunyi, posisi dan petunjuknya. Penggantian sebuah kata dengan kata yang lain, atau pengubahan susunannya seperti dengan mendahulukan atau dengan
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
mengakhirkan yang satu dari yang lain, akan merusak seluruh pembicaraan. Dalam hal ini Al-Baqilani berpendapat: "Dia - masalah memilih sebuah kata - adalah merupakan persoalan yang lebih pelik dari masalah sihir, lebih dalam dari lautan dan lebih menakjubkan dari syair. Betapa tidak, karena apabila anda mengira meletakkan kata "subuh" pada tempat kata "fajar" itu memperindah perkataan, sebenarnya itu hanya terjadi pada syair atau sajak. Karena terkadang masing-masing kata tidak layak diletakkan pada tempat tertentu karena tidak cocok, dan pada tempat itu lebih tepat diletakkan kata yang lain. Bahkan kata tersebut sangat kokoh berada di situ, harmonis berdampingan dengan kata-kata yang bersebelahan dengannya sehingga anda memandangnya berada di tempat yang paling layak, dan dengan demikian anda memandang kata tersebut berada di tempat itu dan tidak bisa ditempatkan pada tempat- tempat yang lain. Dan ketika anda meletakkan kata lain di tempat kata tersebut, maka tampak kata tersebut berada di tempat yang akan membuatnya tidak betah, menjadi tuduhan ketidakteraturan bahasa dan tidak akan bisa tetap di tempat itu."
Dari sini, maka bagi mereka yang menghendaki kedalaman ungkapan dan benarnya dalam menggambarkan perasaan dan makna .jalannya menjadi sempit, tampak setiap kata sinonim masing
masing memiliki karakteristik, kewajiban, dan tempat tersendiri sehingga anda tetap mendapatinya memiliki kekurangan yang tidak ada jalan keluarnya. Baik hal itu terjadi dengan pemanjangan dan pengulangan yang tidak berfaedah, maupun diringkaskan sehingga rusak dan terjadi kekosongan padanya, atau pembicaraan yang disampaikan dengan lafaz- Tafaz dan ungkapan-ungkapan yang merusak dan mengaburkan kejelasan penggambaran maksudnya bagi pendengamya. Apabila di hadapannya tampak suatu jalan yang luas dalam mengatasi sebagian makna dan pengungkapannya, maka di tempat lain ia menemukan jalan sempit untuk mengungkapkan makna-makna yang lain. Tegasnya, tidak ada seorang penulis atau ahli bahasa pun yang tidak memiliki kekurangan ini, kecuali kalam yang dijaga oleh Allah SWT yang semuanya menjadi tempat melihat fenomena kelemahan manusia yang diakibatkan oleh keterbatasan kemampuannya. Sumber i’jaz Al-Quran ini, bagaimanapun, dengan berbagai fenomenanya, tidak bersandar kepada kelemahan manusia ini.
Apabila anda perhatikan sebuah surat dengan ayat-ayatnya, baik lafaz dan maknanya, akan anda temukan benar-benar sejalan dan harmonis, tidak akan anda rasakan bahwa sebuah huruf telah ditambahkan pada sebuah kata dan huruf tersebut tidak berpengaruh kepada maknanya. Juga mengenai suatu makna, betapa pun pelik dan halusnya, telah diringkas oleh kata atau ungkapan untuk menyampaikan makna tersebut.
Seandainya anda masih ragu mengenai hal itu dan anda menghendaki pertimbangan dan bukti, anda bisa membuka AI-Quran kemudian anda perhatikan sebuah ayat dan dengan bantuan kamus-kamus Bahasa Arab dan para ahli balaghah atau bahasa Yang anda ketahui, kemudian anda mengganti sebuah kata yang ada pada ayat tersebut untuk menunjukkan sebuah makna yang sama. Sekiranya anda mampu menempatkan sebuah kata yang lebih dapat mengungkapkan makna yang dikehendaki dan lebih sempurna dalam menjelaskannya, atau ia sangat cocok untuk ditempatkan sebagai gantinya, tidak kurang dan tidak lebih, maka ketahuilah bahwa pendapat para ulama mengenai adanya i'jaz Al-Quran itu menjadi pendapat yang sia-sia dan tidak bersandar kepada subtansi kebenaran. Adapun apabila anda berpendapat bahwa sebuah kata lain tidak akan mampu menyamai makna dan keharmonisan-kata (al-tanasuk al-lafdhi) sebagaimana yang bisa dilakukan oleh kata-kata Al-Quran; bahwa suatu perubahan dan penggantian terhadap kalimat-kalimat AI-Quran merusak keindahannya untuk diganti dengan pola kalimat Lain yang janggal, lemah atau tidak sesuai, maka ketahuilah bahwa hal itu menjadi bukti yang tidak bisa lagi diragukan bahwa Al-Quran ini bukan hasil ciptaan dan usaha manusia.
Doktor AI-Buthi selanjutnya menunjukkan sebuah contoh ayat Al- Quran dengan mengatakan:
"Misalkan kita ambil sebuah ayat yang menyifatkan keagungan kekuasaan dan kebijakan Allah ketika menciptakan alam dan aturannya,
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
Ia singsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat dan (la jadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. (Al- An'am: 96)
"Cobalah anda perhatikan, kata apa lagi, selain kata "faliq" untuk mengungkapkan makna tersebut dan dalam menggambarkan maksud dan mewujudkan suatu pikiran. Cobalah anda cari sebuah kata untuk ditempatkan pada tempat kata "al-ishbah"yang memberikan petunjuk pada adanya gerakan "al-harakah ", kemunculan "al-inbitsaq" dan memenuhi makna yang dikehendaki. Kemudian anda juga boleh mencari sebuah kata yang layak untuk menggantikan kata "sakanan" yang pada kata tersebut ada suasana tenang dan lembut disebabkan harakat fathah yang datang berurutan pada kata tersebut, di samping pada kata tersebut ada sesuatu yangdapat ditimbulkan oleh suatu gambaran, imajinasi dan jiwa. Begitu juga, silakan anda cari kata yang lebih ringkas, lebih mampu meng- ungkapkan dan menyempurnakan makna dari kata "husbanan" yang menakjubkan ini. Silakan anda cari dan buka ayat sekehendak anda, kemudian anda perhatikan dari berbagai seginya, pasti akan anda temukan bahwa semua bahasa akan tidak mampu menggantikan posisi kata-kata yang serupa dengan yang digunakan oleh Al-Quran, atau yang lebih baik darinya. Kalaulah sebuah ayat diubah susunannya, niscaya akan rusaklah keindahannya dan.akan berkuranglah kecemerlangannya. Tentunya penjelasan ini saya maksudkan buat mereka yang mengerti bahasa Arab, yang sudah bisa merasakan rasa bahasa (dzauq) tersebut dan menguasai kaidah-kaidahnya. Sedangkan bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan demikian, tentunya tidak termasuk. Di sini saya tidak akan menunjukkan beberapa contoh dari Al-Quran, karena semua yang ada dalam Al-Quran bisa merupakan contoh. Anda akan dapat membuktikan bahwa semua posisi kata-kata padanya tidak akan dapat diganti dan diubah. Tentu lain halnya bila anda menemukan ungkapan balaghah di luar Al-Quran, siapapun penulisnya, akan anda temukan berbagai macam cara untuk dapat mengganti dan memperbaiki kata-kata dan strukturnya. Sebaik apapun suatu ungkapan,ia akan tetap bisa diganti dan diperbaiki, bisa diupayakan dan dikritik. Inilah dasar i’jaz Al-Quran, sumber pertama bagi seluruh fenomena i’jaz balaghi. Karaktetistik susunan kalimat dan keistimewaan balaghah-nyalah yang selalu menjadi tema utama pembahasan para ulama."
Dari penjelasan di atas bisa kita simpulkan bahwa Al-Quran merupakan mukjizat karena balaghah, susunan kata dan aturannya, kendatipun para ulama berbeda pendapat mengenai batasan rahasia i’jaz balaghi yang paling utama.
< BACK DAFTAR ISI NEXT >
DEPAN
download ebook gratis: www.pakdenono.com
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
BAB 1 I'JAZ AL-QURAN Para Penulis I’jaz Nudhum (Susunan Kata) Al-Quran (1 - 5 )
AI Jahidh Abu Utsman bin Bahr bin Mahbud Al-Kannani alMu'tazili, termasuk salah seorang ulama balaghah terkemuka, memandang bahwa rahasia i’jaz Al-Quran adalah pada susunan katanya. Beliau mengatakan: "Di dalam AI-Quran ada bukti yang menunjukkan kepada kita bahwa ia merupakan kitab yang benar, yaitu susunannya yang indah yang tidak mungkin manusia dapat membuat yang serupa dengannya. Selain itu juga terdapat buktibukti yang dibawa oleh pembawa Al-Quran."
Selanjutnya Al-Jahidh menunjukkan berbagai definisi mengenai balaghah yang diteruskan dengan memilih definisi terbaik baginya. Beliau mengatakan: "Al-Farisi ditanya: 'Apakah yang dimaksud dengan balaghah?' Dia menjawab: 'Mampu membedakan al-fashl dari al-mashl.' Al-Yunani ditanya: 'Apakah yang dimaksud dengan balaghah?' Dia menjawab: 'Membenarkan aqsam dan memilih kalam (pembicaraan).' Kepada Al-Rumi ditanyakan: 'Apakah yang dimaksud dengan balaghah?' Dia menjawab: 'Baik dalam melakukan improvisasi (iqtidhab) secara spontan dan dalam melakukan pelimpahan (ghazarah) ketika diperlukan ekstensi.' Al-Hindi ditanya: 'Apakah yang dimaksud dengan balaghah?' Dia menjawab: 'Petunjuk yang jelas, mengefektifkan waktu, dan memberi isyarat dengan baik.' Seorang Arab badui ditanya: 'Apakah yang dimaksud dengan balaghah?' Ia menjawab: 'Melakukan penyederhanaan (i’jaz) dengan tidak melemahkan, dan melebihlebihkan dengan tidak sia-sia.' Ibnu Al-Muqaffa' juga ditanya: 'Apa yang dimaksud dengan balaghah?' Dia menjawab: 'Balaghah ialah sebuah nama (isim) yang serba mencakup (jami') berbagai makna yang berlaku untuk banyak hal. Di antaranya terjadi ketika diam, ketika mendengar, ketika mengisyaratkan, berargumentasi, menjawab, memulai pembicaraan, bersajak, berkhutbah dan ketika menulis surat. Termasuk yang umum dalam persoalan-persoalan ini ialah pewahyuan padanya dan pengisyaratan kepada makna, dan i’jaz (penyederhanaan) juga merupakan balaghah.'
"Amru bin Abid ditanya: 'Apakah yang dimaksud dengan balaghah?' Dia menjawab: 'Yang mengantarkan engkau ke sorga dan yang menyingkirkan engkau dari neraka . . .' Orang yang bertanya berkata lagi: 'Bukan itu yang aku inginkan.' Ketika Amru dan orang yang bertanya itu masih berdialog, akhirnya Amru berkata: 'Nampaknya engkau menghendaki kata-kata pilihan yang mudah untuk dipahami.' 'Benar', jawab yang bertanya. Kemudian Amru mulai menjelaskan definisinya dengan mengatakan: 'Sekiranya engkau menyatakan hujjah Allah kepada orang- orang mukallaf, meringankan beban mereka yang mendengar dan menghiasi makna-makna tersebut pada hati orang-orang yang menghendaki dengan kata-kata yang enak didengar, dapat diterima oleh pikiran untuk segera dilaksanakan, dan dengan kata-kata yang bisa menghilangkan keruwetan hati ketika menasihatkan yang baik, berdasarkan Al-Quran dan sunnah, maka pada dasarnya engkau telah menyampaikan fashl al-khithab (ungkapan yang jelas) dan layak mendapatkan balasan yang tinggi'."
Selanjutnya al-jahidh mengungkapkan definisi terbaik menurut dia dengan mengatakan: "Sebagian orang mendefinisikan - definisi yang saya pilih - bahwa suatu pembicaraan tidak memiliki nilai balaghah sehingga maknanya (dapat dipahami) secepat lafaznya dan lafaznya secepat maknanya. Lafaznya tidak boleh terdengar olehmu lebih cepat dari sampainya makna lafaz tersebut ke dalam hatimu." Selanjutnya Amru
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
mengatakan: "Sebaik-baik pembicaraan ialah yang dengan mengucapkan sedikit ucapan maknanya tampak pada dhahir katanya, dan Allah telah menganugerahkan ketinggian dan memolesnya dengan cahaya kebijakan sejalan dengan niat dan ketakwaan yang mengatakannya. Yaitu, ketika maknanya mulia dan katanya baligh (memiliki nilai balaghah), dicetak dengan benar, tidak mengundang kebencian, tidak memiliki kekurangan, terjaga dari dibuat-buat, dan menyerap ke dalam hati seperti menyerapnya air hujan ke dalam tanah yang gembur."
Al-jahidh memandang bahwa rahasia i’jaz AI-Quran adalah pada susunan bahasanya yang indah dan pada komposisinya yang menakjubkan. Mengenai hal itu dia mengatakan: "Al-Quran adalah kalam yang berbeda dengan seluruh kalam yang lain, baik puisi maupun prosa. Al-Quran merupakan kalam yang tidak bersajak yang berbeda dengan syair dan sajak dan susunan kata Al-Quran merupakan bukti yang paling agung. Begitu juga komposisinya merupakan hujjah terbesar."
Mengenai sebuah kata yang baik untuk disusun dengan baik dalam sebuah kalimat, menurut al-jahidh disyaratkan harus bebas dari tanafur al- huruf (ketidakserasian huruf) sehingga terkesan satu huruf ..... Dengan demikian maka huruf "jim" tidak boleh bersamaan dengan huruf "dha", "qaf", "tha" dan "'ain", baik sebelum maupun sesudahnya. Begitu juga huruf "zai" tidak boleh bersamaan dengan huruf "dha", "sin", "dladl" dan "dzal" sesebelum atau sesudahnya. Ini merupakan hal yang harus dibahas secara luas. Dengan menyebutkan sedikit contoh tersebut diharapkan sudah cukup untuk menunjukkan arah yang sedang kita bahas."
Di bawah ini al jahidh memberi contoh mengenai kata-kata yang mengalami tanafur al-huruf:
wa qabru harbin bi makanin faqrin wa laisa qurba qabri harbin qabrun
"Kuburan musuh itu berada di tempat yang sunyi dan gersang, dan di dekat kuburan tersebut tidak ada kuburan lain."
Sya'ir yang lain:
lam yadhurraha wa al-hamdu lillahi syai'un wa intsanat nahwa 'azfi nafsin dzahuli
"Tak ada sesuatu pun yang akan membahayakan, Alhamdulillah. Ia berceloteh dengan nyanyian jiwa yang tak sadar."
(1 - 5 )
< BACK DAFTAR ISI NEXT >
DEPAN
download ebook gratis: www.pakdenono.com
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
BAB 1 I'JAZ AL-QURAN Para Penulis I’jaz Nudhum (Susunan Kata) Al-Quran ( 2 / 5 )
Mengenai syair terakhir ini, ia mengomentari bahwa separuh akhir dari bait tersebut hilang sehingga akan anda temukan bahwa sebagian lafaznya tidak berkaitan dengan yang lain.
Ketika menjelaskan pengertian i’jaz, Al-Jahidh mengatakan: "Memperbanyak ungkapan itu pada tempatnya, bukanlah hal yang sia-sia. Begitu pula memperpendek pada tempatnya, bukan berarti merupakan kelemahan .... Kita perhatikan bahwa ketika Allah SWT menyeru orang Arab dan orang-orang Badui, Ia sering menggunakan bahasa isyarat, sindiran, dan kadang-kadang membuang sebagian kalimat. Lain halnya ketika Ia menyeru Bani Israil atau ketika menceriterakan tentang mereka, Ia selalu menggunakan bahasa yang terurai dan panjang lebar."
Menurut al jahidh, isti'arah ialah menamakan sesuatu dengan nama yang lainnya, ketika bisa menempati kedudukannya. Beliau memberikan contoh dari Al-Quran, yaitu firman Allah:
Itulah hidangan untuk mereka pada hari pembalasan. (Al- Waqiah: 56)
Menurut al-jahidh, siksa itu bukanlah hidangan, akan tetapi ketika siksa itu diberikan bersamaan dengan diberikannya kenikmatan bagi orang lain, maka siksa bisa dikatakan sebagai hidangan.
Penulis I’jaz Al-Quran, Abu Muhammad Abdullah bin Muslim bin Qutaibah al-Dinuri, di awal bukunya, Ta'wil Musykil Al-Quran, beliau menjelaskan bentuk i’jaz Al-Quran dengan mengatakan:
"Ambisi mereka yang melakukan tipu daya itu telah terhalang oleh kemukjizatan susunan Al-Quran dan keteraturannya sehingga terlepas dari upaya-upaya mereka yang mau menyelewengkannya."
Ibnu Qutaibah juga menyifatkan Al-Quran dengan mengatakan: "Al- Quran tidak diciptakan dengan banyak sanggahan; dengan keajaiban yang tidak habis-habis dan faedah yang tidak henti-hentinya." Selanjutnya mengenai ayat-ayat mutasyabih menurut beliau bukanlah ayat-ayat yang tidak bisa dipahami oleh mereka yang mendalam ilmunya (al-rasikhuna fi al-'ilm). Firman Allah:
. . dan ta'wil itu tidak ada yang mengetahuinya selain Allah dan mereka yang mendalam ilmunya. (Ali Imran: 7)
Sehubungan dengannya, beliau mengatakan: "Saya tidak termasuk orang-orang yang beranggapan bahwa ayat-ayat mutasyabih merupakan ayat-ayat yang tidak bisa dipahami oleh mereka yang mendalam ilmunya. Sebab, Allah tidak akan menurunkan sesuatu pun dalam Al-Quran, melainkan pasti bermanfaat bagi hambahamba-Nya dan dengannya hendak menunjukkan makna kehendakNya."
Termasuk juga ulama yang menulis mengenai i’jaz AI-Quran ini, Abul
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
Hasan Ali bin Isa al-Rummani, wafat tahun 384 H. Buku yang ditulis oleh Abul Hasan ialah Al-Nukar fi I'jaz Al-Quran, Mengenai i’jaz ini, beliau pada mukadimah bukunya mengatakan: "Segi-segi i’jaz AI-Quran tampak pada tujuh hal, yaitu pada ketidakbertentangan satu sama lain kendatipun tuntut- an dan kebutuhan begitu banyak, pada tantangannya untuk seluruh (jin dan manusia), sharfah (pemalingan); balaghah, kebenarannya mengenai berita- berita yang akan datang, perombakan adat kebiasaan, dan pada qias-nya bagi seluruh mukjizat." Mengenai keyakinan Al-Rummani, seorang Mu'tazili, mengenai arti i’jaz bi al-sharfah, beliau berpendapat seperti kebanyakan kaum Mu'tazilah. Adapun mengenai balaghah, Al-Rummani men-definisikannya dengan mengatakan: "Balaghah pada dasarnya ialah menyampaikan makna ke dalam hati dengan kata yang sebaikbaiknya."
Menurut beliau, balaghah ada sepuluh macam: i’jaz (penyederhanaan), tasybih (penyerupaan), isti'arah (metafora), talazum (keserasian), fawashil (keterpeliharaan sajaknya), tajanus (kesejenisan), tashrif (pemalingan), tadhmin (pengandungan), mubalaghah (pemaksimalan penyampaian makna), dan husn al-bayan (penjelasan yang baik).
Menurut beliau ada dua macam i'iaz hadzf. Contoh i'jaz di dalam Al- Quran: Dan tanyalah (penduduk) negeri . . . (Yusuf: 82)
Kedua macam ijaz hadzf tersebut:
Pertama, i'iaz ajwibah (jawaban), contoh firman Allah:
Dan sekiranya ada suatu bacaan (Kitab suci) yang dengan bacaan ini gunung-gunung dapat diguncangkan atau bumi dapat terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara (tentu dia adalah Al-Quran). (AI-Ra'd: 31)
Kedua, i'jaz qashr. Contoh, firman Allah:
Sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri. (Yunus: 23)
( 2 / 5 )
< BACK DAFTAR ISI NEXT >
DEPAN
download ebook gratis: www.pakdenono.com
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
BAB 1 I'JAZ AL-QURAN Para Penulis I’jaz Nudhum (Susunan Kata) Al-Quran ( 3 / 5 )
Menurut Al-Rummani ijaz qashr ialah membuat suatu pembicaraan dengan menyedikitkan kata dan memadatkan makna tanpa adanya hadzf (ellipis).
Al-Rummani membedakan balaghah antara firman Allah dengan ucapan manusia. Firman Allah:
Dan di dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagi kalian. (Al-Baqarah: 179)
Ucapan manusia:
Pembunuhan itu akan lebih meniadakan pembunuhan.
Antara kedua ungkapan di atas ada empat perbedaan.
Al-Rummani mengatakan: "Ayat di atas lebih banyak kandungan maknanya, lebih memiliki i’jaz (penyederhanaan) dalam ungkapan; lebih selamat dari ketidakenakan (kulfah) karena pengulangan kalimat, dan komposisinya lebih baik pada hurufhuruf yang bersambung secara harmonis."
Ayat tersebut dikatakan lebih banyak kandungan maknanya, karena setiap kandungan makna pada ungkapan 'al-qatlu anfa li al-qatli" sudah terkandung pada makna ayat di atas, bahkan selain makna tersebut, ayat di atas juga mengandung berbagai makna yang baik. Di antaranya, dengan menyebutkan qishash, ada makna keharusan menegakkan keadilan. Dengan menyebutkan kata "hayat" mengandung makna "tujuan" (hidup). Termasuk juga di dalamnya terkandung makna ajakan untuk menyintai dan menaati hukum Allah atasnya.
Adapun ungkapan ayat di atas dikatakan lebih memiliki i’jaz (keringkasan), karena yang pertama, yaitu "al-qatlu anfa li alqatli", terdiri dari 14 huruf, dan yang kedua terdiri dari 10 huruf. Sedangkan ketidakefektifan karena pengulangan merupakan kesulitan tersendiri. Tegasnya pada ungkapan 'al-qatlu anfa li alqatli" terjadi pengulangan kata "qatl" sehingga ungkapan Al-Quran tersebut di atas lebih baligh daripadanya. Dan ketika pengulangan terjadi, dalam ilmu balaghah dipandang tidak baligh. Baiknya suatu kompusisi dengan huruf-huruf yang relevan merupakan sesuatu yang dapat dirasakan dan terdapat pada lafaz ayat. Setelah huruf "fa" kemudian "lam" adalah lebih mudah diucapkan dibanding setelah huruf "lam" adalah huruf "hamzah", karena jauhnya letak "hamzah" dari "lam". Begitu pula pengucapan huruf "shad" sebelum huruf "ha" lebih mudah daripada setelah huruf "alif" adalah "lam". Dengan terkumpulnya masalah-masalah tersebut, seperti telah kami sebutkan, jelas Al-Quran lebih baligh dan lebih baik, kendatipun betapa baligh dan baiknya ucapan mereka.
Penulis i’jaz AI-Quran yang paling masyhur adalah Al-Qadhi Abu Muhammad bin Al-Thayyib bin Muhammad bin Ja'far bin AlQasim yang dikenal dengan Al-Baqillani, wafat tahun 40 H. Bukunya, i’jaz Al-Quran, merupakan buku paling penting mengenainya. Al-Baqillani menyebutkan berbagai macam i’jaz dalam struktur AI-Quran. Di antaranya mengenai
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
kalimat, bahwa struktur AIQuran, dengan berbagai macamnya, berada di luar struktur seluruh ucapan mereka yang dijanjikan, dan berbeda dengan komposisi seruan mereka. Ia memiliki uslub (struktur kalimat) yang khas dan memiliki karakteristik khusus dalam penggunaannya dan berbeda dengan seluruh uslub ucapan biasa. Pada dasarnya,bentuk-bentuk ungkapan itu antara lain adalah syair dan ucapan teratur yang tidak bersajak, ucapan harmonis yang bersajak, ucapan teratur yang harmonis dan tidak bersajak, serta ucapan biasa. Al-Quran sendiri berada di luar bentuk-bentuk struktur di atas dan berbeda dengannya. Ketika Al-Quran berbentuk demikian, maka ia tidak termasuk ungkapan-ungkapan biasa dan merupakan mukjizat.
Alasan kedua, bahwa orang-orang Arab tidak memiliki bahasa (ungkapan) yang sampai pada tingkat kefasihan dan keagungan, susunan yang indah, makna-maknanya yang lembut, kandungankandungan yang sangat kaya, hukum yang banyak, keharmonisan dalam balaghah, dan perumpamaan (tasyabuh), dalam hal efisiensi sedemikian. Bagaimanapun kaum bijak di kalangan mereka hanya mampu mengungkapkan kalimat- kalimat yang terbatas dengan sedikit kata-kata; para penyair di kalangan mereka hanya mampu membuat kasidah-kasidah yang sangat terbatas, yang pada dasarnya bisa kita katakan sebagai kekurangannya yang tampak dari perbedaan yang kita temukan padanya; tidak terlepas dari ta'ammul (kontemplasi), takalluf (dibuat-buat), tajawwuz (berlebihan), dan ta'assuf (disesali). Sementara AI-Quran, dengan kata yang begitu banyak dan kalimat yang begitu panjang tetap fasih . . .
Alasan ketiga, bahwa keajaiban susunan kata Al-Quran, dan keindahan komposisinya tidak berubah kendatipun digunakan dalam berbagai persoalan yang berbeda seperti dalam menyebutkan kisah-kisah, nasihat, argumentasi, hukum, pemaafan, peringatan, janji, ancaman, berita gembira, berita menakutkan, pensifatan, pengajaran akhlak mulia, sifat-sifat luhur, perjalanan (sair ma'tsurah) dan sebagainya. Betapa pun baligh dan sempurnanya ucapan seorang ahli balaghah; betapa pun piawainya seorang penyair; dan betapa pun hebatnya seorang singa podium, ungkapan mereka akan berubah sejalan dengan perubahan persoalan- persoalannya.
Alasan keempat, setiap ungkapan ahli balaghah tetap akan berbeda dalam melakukan pemisahan dan penyambungan kata, tinggi rendahnya, jauh dekatnya, dan sebagainya berdasarkan perbedaan seruan ketika menyusun kalimat; ungkapan pun akan berbeda ketika men-dhammah-kan dan menjamakkan. Tidakkah anda melihat betapa banyak di antara para penyair yang tidak akurat ketika berpindah dari satu arti kepada arti yang lain; ketika keluar dari satu bab kepada bab yang lain? Sedangkan Al- Quran dengan perbedaan bentuk yang banyak dan cara-cara yang beragam mampu membuat yang mukhtalaf (berbeda) seperti mu'talaf (bersatu), yang tidak sejalan seperti sejalan, yang mutanafir (tidak membentuk kesatuan) dalam hal individu menjadi kesatuan. Ini merupakan hal yang menakjubkan, memperjelas kefasihan, menampakkan adanya balaghah dan menjadi bukti bahwa Al-Quran bersifat supranatural dan bukan suatu hal yang biasa ('urf).
Alasan kelima, bahwa struktur kalimat Al-Quran menempati tingkat balaghah yang berada di luar kebiasaan ucapan manusia dan jin. Mereka tidak akan mampu membuat ungkapan yang serupa dengannya, sebagaimana tidak mampunya kita; mereka tidak akan berdaya sebagaimana tidak berdayanya kita.
Alasan keenam, keterbagian suatu seruan dariyang sederhana dan pendek, mengumpulkan dan memisahkan, metafora dan jelas, meremehkan dan menegaskan dan bentuk-bentuk seruan yang lain (yang ada di dalam ungkapan manusia dan AI-Quran), semua itu adalah merupakan hal yang terjadi pada batas-batas ucapan biasa manusia di antara mereka, baik dalam hal kefasihan, keindahan dan balaghah.
Ketujuh, adanya sepertiga makna yang dikandungnya pada prinsip peletakan syariat dan hukum, hujjah-hujjah dalam prinsip agama, penolakan terhadap mereka yang mengingkari Tuhan, yaitu berdasarkan tujuh kata tersebut, kesesuaiannya satu sama lain dalam hal kelembutan dan keindahan, tidak mungkin dapat dilakukan oleh manusia.
Kedelapan, Al-Quran telah menjelaskan keutamaan, kelebihan, dan kefasihannya, ketimbang sebuah kata yang banyak digunakan dalam berbagai bahasa atau syair, sehingga indah didengar dan dirindukan oleh jiwa. Bentuk keindahannya begitu berbeda dengan seluruh yang bisa dibandingkan dengannya, laksana berbedanya sebiji jagung pada sebuah tali mutiara, dan laksana mata intan permata pada seuntai tali. Anda
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
melihat sebuah kata Al-Quran pada pelbagai ungkapan kata-katanya tak berbeda seperti perbandingan di atas, ia laksana sinar bagi keseluruhan kata-katanya dan penengah ikatannya, ia menyeru agar keindahan, apa yang dikandung dan ditunjukkannya pada jenis dan airnya, dibedakan dan diistimewakan.
( 3 / 5 )
< BACK DAFTAR ISI NEXT >
DEPAN
download ebook gratis: www.pakdenono.com
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
BAB 1 I'JAZ AL-QURAN Para Penulis I’jaz Nudhum (Susunan Kata) Al-Quran ( 4 / 5 )
Kesembilan, huruf-huruf yang digunakan dalam bahasa Arab berjumlah 29 huruf; jumlah surat yang dibuka dengan huruf juga berjumlah 29 surat; serta huruf-huruf yang disebut pada awal surat, yang terdiri dari huruf-huruf mu'jam, berjumlah 14 huruf - dengan tidak menghitung huruf yang diulang, sebab huruf tersebut sudah diwakili oleh huruf sebelumnya. Perlu diketahui, bahwa bahasa Arab diatur dengan huruf-huruf yang mereka gunakan dalam pembicaraan mereka.
Kesepuluh, mudah diungkapkan, tidak kasar, tidak vulgar, tidak asing, tidak menyebabkan ditolak, tidak dibuat-buat, mudah dipahami, maknanya sampai ke hati mendahului lafaznya, pemahamannya lebih dahulu sampai ke jiwa daripada ungkapannya. Dengan begitu ia tidak musykil dan tidak sulit dikomunikasikan.
Menurut Al-Baqilani, metode untuk mengetahui i’jaz AlQuran ialah pertama, seorang peneliti i’jaz Al-Quran harus menguasai bahasa Arab, menguasai sejauh mana tingkat kefasihan seorang pembicara, dan mengetahui kesempitannya. Ia juga harus bisa membedakan antara jenis komunikasi lisan, tulisan prosa dan syair, dan bisa membedakan antara syair yang baik dan yang jelek; bisa membedakan antara (ungkapan) yang fasih dan yang indah, antara yang efisien dan yang asing (gharib); bisa membedakan antara karakteristik seorang penyair yang satu dengan penyair yang lain, penulis yang satu dengan penulis yang lain; dan juga tidak boleh lalai terhadap siapa pendistorsi kata dan makna, siapa yang menemukannya dan siapa yang mengumpulkannya, siapa yang terang- terangan mengambil dari yang menyembunyikannya, siapa yang menemukan ungkapan dan yang mempopulerkannya dengan tiba-tiba, apa yang dikatakan tentangnya, dan bagaimana koreksi terhadapnya yang dilakukan dengan bertahap sehingga tercapai apa yang dikehendakinya dan diulangnya pandangan mengenainya.
Apabila seseorang memperhatikan struktur kalimat Al-Quran, kemudian memperhatikan struktur kalimat-kalimat pembicaraan Rasulullah saw. atau pembicaraan para ahli balaghah yang hidup sezaman dengan beliau, niscaya dia akan menemukan perbedaan antara kedua struktur pembicaraan tersebut; atau memperhatikan sebagian syair yang disepakati sebagai syair yang baik dan memperhatikan balaghah Al-Quran dan keajaiban efisiensinya, maka ketika itu dia akan mendapati petunjuk, layaknya petunjuk seorang alim (mengenainya), dan akan mengetahui bagaimana perasaan seorang kritikus atas i’jaz struktur kalimat Al-Quran sehingga mereka pasti memandang kalamullah berbeda dari pembicaraan makhluk.
AI-Baqilani selanjutnya menunjukkan sebagian khutbah Rasulullah dan surat-surat beliau, dan mengatakan: "Aku tidak pernah mengira bahwa anda tidak mampu membedakan antara keindahan Al-Quran dan ucapan Rasulullah saw. yang kami tunjukkan kepada anda. Anda perhatikan bahwa anda sedang membaca dua bentuk kalam (pembicaraan) dengan karakteristik yang jauh berbeda sehingga anda pasti akan mengetahui bahwa struktur kalimat Al-Quran merupakan perkara ilahi, sedangkan pembicaraan (kalam) Nabi merupakan perkara nabawi.
Termasuk di antara penulis mengenai balaghah dan ijaz AI-Quran ialah Abdul Qahir bin Abdul Rahman bin Muhammad Al Jurjani, wafat tahun 471 atau 474 H. Mengenai balaghah dan i'jaz Al-Quran ada tiga buku yang ditulis oleh AI Jurjani. Pertama, Asrar Al-Balaghah. Dalam buku ini beliau
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
berupaya mengklasifikasikan dasar-dasar hukum berdasarkan pendekatan adabi (sastra) menurut tolok ukur yang benar - setelah melihat per- bedaannya mengenai analogi al-kalam al-baligh (pembicaraan yang baligh) dengan penulis sebelumnya - apakah makna atau kata, atau sekaligus kata dan makna. Misal, AI-Jahidh, seorang penulis sebelum Al-Jurjani, menolak eksistensi makna sebagai tolok ukur. Dalam hal ini Al-Jahidh mengikuti pendapat Abu Hilal Al-'Askari. Adapun Al-Jurjani yang datang kemudian menegaskan bahwa rahasia balaghah adalah pada makna yang dilahirkan oleh kata-kata (al-fadh), yaitu ketika kata-kata tersebut tersusun sedemikian sehingga urutan kata-kata tersebut dalam suatu pembicaraan berdasarkan urutan makna-maknanya dalam jiwa, di samping maknamakna itu, susunannya dalam jiwa sejalan dengan kehendak akal. Setelah Al- Jurjani menetapkan asumsi demikian, beliau mulai menjelaskan metode yang harus digunakan dalam mempelajari makna, keadaan-keadaannya dan penggunaannya dalam pembicaraan yang baligh. Beliau selanjutnya mengatakan: "Ketahuilah bahwa tujuan pembicaraan yang saya lakukan, dan dasar-dasar yang saya gunakan untuk menjelaskan persoalan makna, bagaimana ia sejalan dan tidak sejalan, dari mana ia berkumpul dan berpisah; untuk menjelaskan jenis dan macamnya, untuk menyelidiki dengan seksama mengenai kekhususan dan keumumannya; untuk menjelaskan keadaannya sejalan dengan posisi layak menurut akal dan menempatkannya secara proporsional, kedekatan atau jauh hubungan darinya ketika tidak dihubungkan dengannya, dan wujudnya sebagai penyumpah setia atas dasar nasab atau orang yang salah pada suatu kaum yang tidak lagi diterima oleh kaum tersebut, tidak dihiraukan dan tidak lagi ada yang membelanya." Selanjutnya Al-Jurjani menjelaskan bagaimana caranya mencapai tujuan tersebut dengan mengatakan: "Ini merupakan tujuan yang tidak hanya dicapai dengan satu cara, suatu permintaan yang tidak akan tercapai dengan semestinya kecuali setelah didahului dengan pendahulu-pendahulu dan prinsip-prinsip yang mengantarkannya. Ia merupakan sejumlah persoalan laksana perangkat- perangkat yang di dalam tujuan tersebut terdapat hakhaknya yang harus dikumpulkan. Dan perumpamaan-perumpamaan perkataan adalah laksana jarak jarak, yang selain perkataan tersebut, jarak-jarak itu harus ditempuh dengan pikiran dan harus dipastikan. Pandangan pertama hal demikian adalah ungkapan mengenai tasybih (penyerupaan), tamtsil (perumpamaan) dan isti arah (metafora). Pada dasarnya prinsip-prinsip yang banyak ini yang mengambil keindahan-keindahan pembicaraan yang tidak pernah kita katakan seluruhnya, bercabang daripadanya dan kembali kepadanya; ia laksana kutub-kutub yang dikelilingi makna-makna dalam pengaturannya, berputar kepadanya laksana daerah-daerah dari arah-arahnya."
Dengan pernyataan-pernyataan tersebut Al Jurjani ingin memberikan alasan terhadap bentuk balaghah i'jaz Al-Quran dan ingin memberikan alasan hukum terhadap pembicaraan yang baligh dengan rinci dan mendalam; tidak hanya cukup dengan menyifati karakteristik-karakteristik balaghah secara global.
Berikut ini akan ditunjukkan tema-tema balaghah dalam pembicaraan, beliau mengatakan: "Bahkan, kalian masih harus memberitahukan kepada kita posisi keistimewaan suatu pembicaraan dan kalian juga harus menyifatinya untuk kita; harus menyebutkan sebagaimana layaknya sesuatu itu di-nash-kan dan ditentukan, bentuknya harus disingkapkan dan dijelaskan. Kalian tidak hanya cukup mengatakan: 'Pada dasarnya ia merupakan keistimewaan pada struktur dan bahwa ia merupakan metode khusus dalam membangun suatu pembicaraan sebagian atas sebagi-an lainnya.' Sehingga kalian harus menyifati keistimewaan tersebut, menjelaskan dan memberikan contoh-contohnya serta mengatakan, misal, begini dan begitu ... Apabila seorang mengatakan pada anda mengenai penafsiran suatu fashahah (kefasihan), sesungguhnya ia merupakan keistimewaan pada struktur pembicaraan dan menggabung sebagian pembicaraan tersebut dengan sebagian lainnya dengan metode tertentu, atau dengan cara yang akan menunjukkan suatu manfaat, atau bahwa pembicaraan global yang serupa dengannya cukup urltuk mengetahuinya dan telah bisa memberikan pengetahuan tentangnya, maka hal serupa itu sudah cukup untuk mengetahui seluruh pembuatan. Maka, tak ubahnya seperti untuk mengetahui penenunan sutra yang motifnya bermacam- macam, cukup dengan mengetahui bahwa ia merupakan aturan pemintalan dengan pola tertentu, dan untuk kekuatan sutra tersebut sebagian dirajut dengan.sebagian lainnya dengan berbagai macam cara. Hal demikian adalah merupakan sesuatu yang tidak akan dikatakan oleh seorang yang
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
berakal."
Adapun AI-Syafiyak, buku yang ditulis oleh Al Jurjani, dimaksudkan untuk menegaskan kelemahan orang-orang Arab dalam menentang Al- Quran. Tulisan ini didasarkan atas pandangannya dalam buku Asrar Al- Balaghah, beliau mengatakan: "Pada dasarnya orang-orang Arab yang diseru oleh Al-Quran sudah masyhur dengan balaghah dan kefasihannya. Mereka menjadi teladan mengenainya, dan mereka yang datang kemudian pun mengikuti dan berutang atas mereka. Ketika dibacakan kepada mereka AlQuran dan ditantang mengenainya, mereka tidak ragu atas ke- lemahan mereka dalam menentang Al-Quran dan membuat yang serupa dengannya; mereka juga tidak menyatakan kepada diri mereka bahwa mereka memiliki cara untuk sampai kesana dengan bentuk tertentu. Haltersebut dibuktikan dengan petunjuk-petunjuk mengenai keadaan dan perkataan-perkataan mereka. Apabila mereka benar-benar tidak pernah menentang Al-Quran, maka sudah bisa dipastikan bahwa Al-Quran merupakan mukjizat."
Sedang buku ketiga, yaitu Dala'a AI-I’jaz, menegaskan bahwa zat Al- Quran sendiri merupakan mukjizat (mu jiz bi dzatih) dan bahwa rahasia i'jaz al-balaghi terletak pada strukturnya. Dalam buku ini, Al Jurjani berbicara mengenai pandangan (terhadap struktur) dan membaginya kepada dua bagian.
Pertama, dalam bukunya beliau menegaskan bahwa ilmu dengan posisi-posisi makna dalam jiwa diketahui dengan posisiposisi katanya yang menjadi petunjuk, ketika bicara. Beliau mengatakan: "Sungguh tidak terbayang anda akan mengetahui letak suatu kata tanpa mengetahui maknanya, dan secara sengaja menyusun dan menertibkan kata-kata bukan pada susunannya, juga anda telah sengaja menyusun kata-kata tersebut dalam maknamaknanya dan anda telah memikirkannya. Bila menurut anda hal itu telah sempurna, telitilah pengaruh-pengaruhnya. Jika anda telah selesai menyusun makna-makna tersebut dalam hati, anda tidak akan berhasil membuat kalimat hingga mulai berpikir untuk menyusun kata-kata. Bahkan anda akan menemukan susunan tersebut atas dasar bahwa kata-kata tersebut adalah pembantu makna, yang mengikuti dan melekat padanya."
Kedua, dalam buku tersebut Al jurjani menegaskan bahwa makna- makna yang berkaitan dengan pikiran dan disusun di dalam jiwa merupakan makna-makna nahwi, bukan makna-makna kata itu sendiri.
( 4 / 5 )
< BACK DAFTAR ISI NEXT >
DEPAN
download ebook gratis: www.pakdenono.com
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
BAB 1 I'JAZ AL-QURAN Para Penulis I’jaz Nudhum (Susunan Kata) Al-Quran ( 5 / 5 )
Beliau mengatakan: "Sungguh tidak pernah diasumsikan bahwa pikiran berkaitan dengan makna-makna pembicaraan secara sendiri-sendiri dan terpisah dari makna-makna nahwi; tidak pernah ada anggapan, juga tidak bisa dibenarkan oleh akal apabila seseorang berpikir bahwa makna fi'il (kata kerja) ada sekalipun tidak digabungkan dengan isim (nomina), atau makna asim ada sekalipun tanpa harus digabungkan dengan fi'il sehingga bisa menjadi fa'il (pelaku) baginya, atau menjadi maf'ul (obyek); atau apabila ia menghendaki suatu hukum yang bukan hukum-hukum tersebut seperti apabila ia mau menjadikannya sebagai "mubtada" atau "khabar" atau "sifat" atau "hal". Dan apabila anda mau melihat lebih jelas hal demikian, silakan anda ambil suatu kalimat, kemudian pisahkan kata- katanya dari letak-letaknya dan letakkan kata-kata tersebut pada posisi yang tidak bisa digabungkan dengan makna-makna nahwi-nya. Misalkan bila anda mengatakan: qafa nabbuka min dzikra habibun wa munazzilun . ... kemudian dikatakan: min, nabbuka, qafa, habibun, dzikra, munazzilun. Apakah ketika itu pikiran anda berkaitan dengan makna kata-kata tersebut? Bagaimana mungkin tujuan anda akan sejalan dengan makna kata tanpa anda mengaitkannya dengan makna kata yang lain? Makna tujuan kepada makna-makna perkataan yakni untuk memberitahukan kepada pendengar sesuatu yang belum diketahuinya. Adalah maklum bahwa ketika anda berbicara yang anda maksudkan bukanlah untuk memberitahu pendengar mengenai makna masing-masing perkataan yang anda bicarakan. Anda tidak akan mengatakan "Zaid keluar" hanya untuk memberitahu arti "keluar" dan "Zaid" secara bahasa. Sungguh tidak mungkin anda akan berbicara kepadanya dengan menggunakan kata-kata yang tidak dipahami olehnya. Dengan demikian, fi'il itu sendiri apabila tidak disertai dengan isim dan isim dengan tidak disertai isim yang lain atau fi'il tidaklah dikatakan sebagai "kalam". Seandainya anda mengatakan "kharaja" (keluar) dan tidak diikuti dengan isim, juga pada kata tersebut tidak anda letakkan tempat untuk dhamir (kata ganti) sesuatu, atau apabila anda mengatakan "Zaid" dan tidak diikuti dengan fi'il atau isim yang lain dan anda tidak men-dhamir-kannya pada hati anda, hal itu hanyalah merupakan suara yang anda bunyikan saja. Dengan begitu jelaslah bahwa pikiran tidak berkaitan dengan makna-makna nahwi yang menjadi tempat pijakan makna-makna pembicaraan dalam jiwa, kemudian pembicaraan- pembicaraan itu anda susun berdasarkan susunan maknamaknanya ketika dibicarakan secara teratur."
Setelah memberikan contoh, Al Jurjani menyimpulkan argumen mengenai kesahihan dua pandangannya mengenai struktur kata (nudhum) dengan metode ilmiah yang membahasnya.
Selanjutnya beliau mengatakan: "Ketahuilah bahwa struktur kata (nudhum) itu tidak lain hanyalah menempatkan pembicaraan anda pada posisi yang dikehendaki oleh ilmu nahu dan disusun berdasarkan kaidah- kaidah dan prinsip-prinsipnya serta anda mengetahui cara-cara yang akan anda lalui sehingga anda tidak menyalahinya, kemudian anda menjaga tulisan-tulisan (rusum) yang dituliskan untuk anda sehingga tidak ada satu pun yang terlewat."
Setelah Al-Jurjani dengan panjang lebar berargumentasi, beliau menyimpulkan bahwa bentuk makna merupakan tolok ukur balaghah, Selanjutnya beliau menunjukkan bukti-bukti kesalahan mereka yang memandang bahwa komparasi keistimewaan suatu pembicaraan terletak
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
pada dasar makna, bukan pada dssar bentuk makna.
Al-Jurjani kemudian mengatakan: "Apakah anda ragu ketika anda berpikir mengenai firman Allah SWT:
Dan difirmankan: "Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah." Dan air pun disurutkan, perintah diselesaikan dan bahtera pun kemudian berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: "Binasalah orang-orang yang zalim." (Hud: 44)
Anda telah melihat i’jaz ayat di atas yang mengalahkan apa yang anda dengar dan lihat - anda tidak akan mendapati keistimewaan yang jelas dan keutamaan yang luhur seperti yang anda temukan, kecuali persoalan itu berkaitan dengan pembicaraanpembicaraan tersebut satu sama lain. Kebaikan dan keutamaannya tidak akan tampak kecuali bila kata yang pertama berkaitan dengan yang kedua, yang ketiga dengan yang keempat dan seterusnya hingga akh'u. Keutamaan terjadi pada keseluruhannya. Seandainya anda ragu, perhatikanlah sebuah kata pada ayat di atas yang sekiranya anda melihatnya di antara kata-kata yang lainnya, kemudian pisahkan sendirian, maka ia, sebagaimana posisinya di dalam ayat tampak berpengaruh menunjukkan fashahah. Misalkan kata "ibla'i" (telanlah) dan lihatlah ia pada kesendiriannya tanpa digabung dengan kata sebelum dan sesudahnya, kemudian juga perhatikan seluruh kata sesudahnya, bagaimana mungkin anda bisa ragu mengenainya ketika sudah maklum bahwa prinsip keagungan pada dipanggilnya bumi kemudian diperintah, selanjutnya pada panggilan dengan menggunakan "ya", bukan "ai", seperti pada “ya ayyatuhal-ardh ", kemudian pada penggabungan (idhafah) kata “al- ma" (air) dengan huruf "kaf", juga tidak dikatakan: ibla'i al-ma', selanjutnya pada panggilan terhadap bumi dan perintah terhadapnya sebagaimana layaknya, yang seterusnya diikuti dengan panggilan terhadap langit dan perintah padanya dengan sesuatu yang khusus baginya, dan kemudian dikatakan: "qhidh al-ma'u" (air disurutkan). Kata kerja (fi'il) yang digunakan menggunakan bentuk fa'ilun yang menunjukkan bahwa air tersebut tidak disurutkan kecuali berdasarkan perintah yang Maha Memerintah dan kuasa Yang Mahakuasa, selanjutnya hal itu dikuatkan dan ditegaskan dengan firman-Nya: wa qudhiya al-amr (dan perintah diselesaikan), selanjutnya juga disebutkan manfaat perintah-perintah tersebut, yaitu istawat ala al-judiy (bahtera pun kemudian berlabuh di atas bukit Judi). Adapun digantinya kata “al-safinah" (bahtera) dengan kata ganti, sebelum disebutkan, adalah merupakan syarat keluhuran dan petunjuk atas agungnya persoalan, kemudian juga keberhadapan kata “qila" pada ujung ayat dengan kata "qila" pada awal ayat.
Apakah anda melihat sesuatu pada kekhususan-kekhususan i'jaz yang begitu mengguncangkan anda dan membawa anda ketika anda menggambarkannya, pada wibawa yang menguasai jiwa dari berbagai penjuru sebagai sesuatu yang berkaitan dengan lafaz (kata) sebagai suara yang dapat didengar dan sebagai huruf-huruf yang berpautan ketika berbicara? Atau semua itu terjadi karena suatu keserasian yang menakjubkan di antara kata-katanya? Dengan demikian, jelas tidak perlu diragukan bahwa kata-kata tersebut masing-masing tidak memiliki keistimewaan dari segi sebagai sebuah kata semata-mata, juga tidak dari segi sebagai pembicaraan tunggal. Suatu kata dikatakan memiliki keistimewaan dan perbedaan dari segi keharmonisan makna sebuah kata, dengan makna yang mengikutinya atau sesuatu yang serupa dengannya yang tidak berkaitan dengan kejelasan kata itu.
Di antara ulama besar yang menuiis masalah balaghah dan i’jaz setelah Abdul Qahir Al-Jurjani ialah Al-Zamakhsyari Abul Qasim Mahmud bin Umar bin Muhammad bin Umar Al-Khawarizmi, wafat tahun 538 H. Penulis Al-Kasysyaf fi Tafsir AI-Quran, menjelaskan bahwa i’jaz Al-Quran disebabkan dua hal: struktur kalimatnya dan pemberitaannya mengenai persoalan-persoalan gaib. Timbul pertanyaan berkaitan dengan pendapat beliau mengenai persoalan pemberitaannya masalah-masalah gaib. Karena persoalan ini tidak terdapat pada setiap surat AI-Quran, padahal ketika Al-
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
Quran menentang mereka untuk membuat sebuah surat yang serupa dengannya adalah jelas dalam hal struktur katanya, tidak seperti pendapat beliau. Kalaulah pemberitaan mengenai persoalan-persoalan gaib juga merupakan mukjizat, maka mengapa persoalan tersebut tidak terdapat pada semua surat Al-Quran?
Ulama lain yang menulis mengenai balaghah dan i’jaz adalah Muhammad bin Umar Al-Razi, wafat tahun 606 H. Beliau telah berupaya menulis ikhtisar mengenai persoalan balaghah yang ditulis oleh AI Jurjani dan AI-Zamakhsyari. Setelah beliau adalah Al-Saksaki Yusuf bin Abi Bakar bin Muhammad bin Ali Al-Khawarizmi, wafat tahun 626 H. Beliau menulis Miftah AI-'Ulum yang diikuti oleh Sayyid Yahya bin Hamzah Al-'Alawi Al- Yamani, wafat tahun 749 H. Beliau menulis Al-Thiraz Al-Mutadhammin li Asrar Al-Balaghah wa 'Ulum Naqaiq Al-I'jaz. Selanjutnya, kebanyakan para ulama yang menulis persoalan tersebut mengikuti atau berbeda pendapat dengan mereka. Jelasnya, semuanya berhutang budi kepada mereka.
< BACK DAFTAR ISI NEXT >
DEPAN
download ebook gratis: www.pakdenono.com
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
BAB 1 I'JAZ AL-QURAN "Tantangan" Allah di Awal Turunnya AI-Quran
Kita maklum bahwa Al-Quran memiliki banyak bentuk i’jaz. Di sini muncul persoalan, apakah tantangan dan mukjizat pada permulaan turunnya AI-Quran termasuk segala bentuk i’jaz Al-Quran atau hanya sebagian dari padanya? Sebagian ulama berpendapat bahwa tantangan tersebut terhadap seluruh bentuk i’jaz, tidak hanya terhadap satu atau beberapa bentuk tertentu saja.
Penulis Al-Mizan fi Tafsir AI-Quran berpendapat: "Sekiranya tantangan Al-Quran hanya terhadap balaghah kejelasan Al-Quran dan kelimpahan uslub-nya saja, maka tantangan tidak akan hanya dihadapkan kepada kaum tertentu. Orang-orang Arab, termasuk kaum jahiliah dan mukhadhramin (para penyair Arab yang hidup pada zaman jahiliah dan Islam), sebelum bahasa mereka berbaur dan rusak, tentu akan melecehkannya. Sementara ayat AI-Quran menembus pendengaran manusia dan jin, maka sudah barang tentu (kemukjizatan) Al-Quran itu bukanlah balaghah dan kelimpahan uslub-nya saja, akan tetapi mencakup seluruh karakteristik khusus yang dimiliki Al-Quran seperti pengetahuan tentang hakikat, akhlak mulia, hukum-hukum syariat, berita-berita gaib dan pengetahuan-pengetahuan lain yang belum terungkap oleh manusia secara mendalam ketika AI-Quran pertama diturunkan, dan sebagainya. Masing- masing karakteristik tersebut hanya diketahui oleh sebagian manusia dan jin saja.
"Dengan demikian tantangan yang dihadapkan kepada kedua makhluk tersebut, tidak lain adalah dalam segala hal yang memungkinkan masing- masing memiliki keistimewaan karakteristik."
Tantangan dan mukjizat yang ada dalam Al-Quran adalah dalam hal penjelasan Al-Quran (al-bayan Al-Qurani) dan balaghah-nya pada struktur kalimat, bukan dalam hal hukum dan akhlak, dan berita gaib. Alasannya adalah karena Al-Quran menantang manusia dan jin untuk membuat sebuah surat yang sama dengan surat Al-Quran. Maksudnya, bahwa masing-masing surat Al-Quran merupakan mukjizat yang masing-masing surat berdiri sendiri dalam hal i’jaz dan tantangannya terhadap seluruh makhluk, Hanya saja bentuk i’jaz yang dimiliki oleh masing-masing surat Al-Quran bukanlah keseluruhan bentuk i’jaz, karena sebuah surat dalam Al- Quran, seperti surat Al-Nashr atau Al-Kautsar, tidaklah memiliki keseluruhan bentuk i'jaz. Namun yang perlu dicatat adalah bahwa seluruh surat dalam AI-Quran memiliki bentuk i'jaz dalam hal balaghah-nya (i'jaz al- balaghiy). Jadi jelaslah bahwa tantangan pada awal turunnya Al-Quran bukanlah terhadap seluruh bentuk i'jaz.
< BACK DAFTAR ISI NEXT >

BAB 1 I'JAZ AL-QURAN Apakah "Tantangan" Allah dpt Menjadi Bukti adanya I'jaz? ( 1 / 2 )
Ketika Muhammad saw. diangkat menjadi Nabi, kaum Musyrikin Makkah meminta bukti atas kebenaran dakwahnya. Maka Allah SWT menjawab bahwa Al-Quran merupakan bukti yang paling besar dan paling sempurna untuk menjadi petunjuk atas kebenaran dakwah beliau. Allah SWT berfirman:
Dan orang-orang kafir Makkah berkata: “Mengapa kepadanya tidak diturunkan mukjizat-mukjizat dari Tuhannya?" Katakanlah bahwa sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu terserah kepada Allah. Dan sesungguhnya aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang nyata. Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwa Kami telah menurunkan kepadamu Al-Quran yang dibacakan kepada mereka. Sesungguhnya dalam AlQuran itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman. (Al-Ankabut: 50-51)
Dengan begitu, maka para penentang itu memahami maksud ayat mulia tersebut. Mereka mengetahui dari ayat tersebut makna i'jaz. Sehingga para penentang tersebut mulai mengingkari bahwa dalam Al- Quran tedapat bukti kebenaran dakwah beliau. Mereka mengatakan:
Sesungguhnya kami telah mendengar (ayat-ayat seperti itu), sekiranya kami menghendaki niscaya kami dapat membacakan yang serupa dengan ini. Sesungguhnya ini (Al-Quran) tidak lain hanyalah dongeng-dongeng orang-orang terdahulu. (Al-An fal: 31)
Ketika orang-orang kafir menjawab demikian, maka mulailah Al-Quran menantang mereka. Inilah kali pertama ayat tantangan diperdengarkan kepada mereka. Mereka ditantang untuk membuat saingan Al-Quran. Ayat tantangan yang pertama kali turun adalah:
Katakanlah bahwa sekiranya manusia dan jin berkumpul untuk membuat sesuatu yang sama dengan Al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan mampu membuat yang serupa dengannya,
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
kendatipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain. (Al-Isra: 88)
Surat ini adalah surat Makiyah, begitu juga ayat tersebut. Menurut pendapat yang masyhur, suratini merupakan surat kelima puluh. Al-Quran yang sudah diturunkan ketika itu tidak lebih dari setengahnya. Dengan demikian, maka tantangan ketika itu adalah membuat serupa dengan AI- Quran yang telah diturunkan, ketika ayat tantangan tersebut diwahyukan. Kaum Musyrikin mendengarkan tantangan tersebut, sehingga mereka bungkam di hadapannya; mereka tidak bisa berbuat sesuatu. Kalaulah mereka mampu menentangnya pasti mereka akan melakukannya. Lebih- lebih ketika mereka mengatakan: "sekiranya kami menghendaki niscaya kami dapat membacakan yang serupa dengan ini". Kendatipun ucapan mereka itu terdapat di dalam surat Al-Anfal, surat Madaniyah, surat kedua yang diturunkan di Madinah, akan tetapi ayat ini adalah ayat Makiyah. Ucapan mereka di atas didahului dengan:
Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir, (mengesakan Allah) ini tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan. (Shad: 7)
Mereka menuduh Rasulullah saw. - sebelum mereka diseru kepada Islam oleh beliau mereka menggelarinya 'al-shadiq al-amin" (orang jujur yang terpercaya) - tukang sihir dan pendusta hanya karena kepada mereka dibacakan ayat-ayat Al-Quran yang mulai mereka musuhi.
Shad. Demi Al-Quran yang mempunyai keagungan. Sebenarnya orang-orang kafir itu (berada) dalam kesombongan dan permusuhan yang sengit. Betapa banyaknya umat sebelum mereka yang Kami binasakan, kemudian mereka minta pertolongan. Padahal (waktu itu) bukanlah saat untuk lari melepaskan diri. Dan mereka heran karena mereka didatangi seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir mengatakan: “Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta". (Shad: 1-4) ( 1 / 2 )
< BACK DAFTAR ISI NEXT >
DEPAN
download ebook gratis: www.pakdenono.com
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
BAB 1 I'JAZ AL-QURAN Apakah "Tantangan" Allah dpt Menjadi Bukti adanya I'jaz? ( 2 / 2 )
Selanjutnya, Al-Quran begitu merisaukan dan mencela orang-orang Arab dengan menggunakan struktur-struktur kalimat dan ayat-ayatnya yang begitu padat makna sehingga menggelisahkan pendengaran para sastrawan, ahli balaghah, ahli kalam, dan para penyair di kalangan mereka.
Ketika mereka ditantang, padahal di antara mereka banyak yang termasuk ahli kalam dan balaghah, mereka tetap saja tidak ada yang dapat menandingi Al-Quran. Ayat pertama yang menantang mereka disebutkan di dalam surat Yunus, surat Makiyah, dan ayatnya juga termasuk ayat makiyah. Kali ini yang ditantang adalah membuat sebuah surat yang bisa menandingi surat AlQuran. Di dalam ayat ini disebutkan tuduhan mereka terhadap Rasulullah saw. sebagai pendusta. Allah SWT berfirman:
Atau (patutkah) mereka mengatakan: “Muhammad membuat- buatnya." Katakanlah: "Buatlah sebuah surat yang serupa dengan AI-Quran dan ajaklah mereka yang mampu di antara kalian selain Allah, sekiranya kalian termasuk orangorang yang benar. " (Yunus: 38)
Tantangan ini lebih tegas dari tantangan yang pertama. Pada ayat tersebut, makna i'jaz begitu jelas bagi mereka. Ia begitu tegas mengajak mereka berdebat dan berargumentasi, justru di saat mereka dipandang memiliki kepiawaian berbicara, termasuk juga perlombaan baca-tulis syair yang sering dipamerkan di pasar-sastra mereka; di saat mereka begitu benci dan iri hati terhadap risalah dan pembawanya sehingga mereka memerangi RasuluIlah dan orang-orang beriman dengan berbagai cara. Kendatipun demikian, dan betapapun mereka sangat terganggu, mereka tatap saja tidak mampu menandingi Al-Quran. Akhimya, mereka meminta bantuan kepada para ahli balaghah di kalangan mereka, Seorang ahli balaghah di antara mereka, Walid bin Mughirah, tidak lain hanya mengatakan -setelah mendengar Nabi saw, membacakan sebuah ayat dari firman Allah yang dibaca ketika shalat - "Apakah kalian mengira bahwa Muhammad itu gila? Pernahkah kalian menyaksikannya linglung? Apakah kalian mengira dia itu tukang nujum, dan pernahkah kalian menyaksikan ia melakukan itu? Apakah kalian mengira dia itu penyair, padahal di antara kalian tidak ada yang lebih tahu tentang syair dari pada aku; apakah kalian pernah menyaksikannya bersyair? Apakah kalian mengira bahwa dia pendusta, apakah kalian pernah mendapatinya mendustakan sesuatu?" Walid bertanya kepada mereka dan mereka semuanya menjawab: "Sekali- kali dia tidak pernah berdusta dalam hal apa pun." Dialog ini telah begitu menyadarkan mereka sehingga mereka ingin membalas pernyataannya dengan bertanya kepada Walid mengenai tafsir balaghah Al-Quran. Walid sejenak berpikir, lantas berkata: "Itu tidak lain hanyalah sihir yang nyata. Bukanlah kalian tidak pernah menyaksikan ia memisahkan antara suami dengan istrinya, anak-anak dan maula-maula-nya? Dialah seorang tukang sihir, dan inilah sihir yang abadi."
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
Di tempat lain dia berkata: "Demi Allah, sungguh betapa manisnya ia; betapa indahnya ia. Di atasnya berbuah, di bawahnya begitu subur makmur. Sungguh dia itu tinggi dan tidak akan ada yang menandinginya."
Sekali lagi, Al-Quran begitu merisaukan pendengaran mereka. Kali ini ayat yang ditantangkan kepada mereka adalah ayat-ayat Makiyah juga. Allah SWT berfirman:
Ataukah mereka mengatakan: "Dia (Muhammad) membuat- buatnya. " Sebenarnya mereka tidak beriman. Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal AI-Quran, jika mereka orang-orang yang benar. (Al-Thur: 33-34)
Tantangan itu benar-benar membuat mereka bisu dan meragukan kata- kata yang mereka tuduhkan itu - sebagai tukang sihir dan gila. Mereka tetap saja tak bisa menandingi Al-Quran, yang bisa mereka katakan hanyalah: "Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sesembahan kami karena seorang penyair gila?"
Dan tatkala kebenaran (Al-Quran) datang kepada mereka. Mereka berkata: “Ini adalah sihir dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingkarinya." (Al-Zukhruf: 30)
Akhirnya, sikap lemah orang-orang kafir sudah sampai pada puncaknya. Di saat itu pula Al-Quran terus diturunkan sehingga mereka semakin terdesak dan tidak punya jalan lain selain mengasumsikan, bahwa Al-Quran adalah dibuat-buat belaka. Jika masalahnya demikian, yaitu bahwa hluhammad saw. adalah manusia biasa seperti mereka yang kemudian membuat-buat Al-Quran, maka lantas apa yang menghalangi mereka untuk membuatnya sebagaimana Muhammad saw.? Kemudian mereka membuat sepuluh surat yang dibuat-buat (muftarayat).
Allah SWT berfirman:
Bahkan mereka mengatakan: “Muhammad telah membuatbuat Al-Quran itu." Katakanlah bahwa (Kalau demikian) datangkanlah sepuluh surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar. Jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu), maka ketahuilah sesungguhnya AlQuran diturunkan dengan ilmu Allah, dan bahwasanya tiada Tuhan selain Dia. Maka maukah kamu berserah diri (kepada Allah)? (Hud: 13-14)
Tantangan yang pertama kali diturunkan adalah di Madinah, setelah hijrah, yaitu pada surat Al-Baqarah. Allah berfirman:
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
Dan sekiranya kalian meragukan apa-apa yang telah Kami turunkan kepada hamba Kami, maka datangkanlah sebuah surat yang sama dengannya dan ajaklah penolong-penolong selain Allah, jika memang kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir. (AI-Baqarah: 23-24)
Ayat Al-Quran ini menegaskan kepada mereka suatu kepastian bahwa mereka mustahil dapat menandingi AI-Quran. Kalau mereka mampu menandinginya, sudah barang tentu mereka tidak akan berdiam diri selama-lamanya, padahal mereka begitu bergairah menentang Muhammad saw. Dimata mereka, Muhammad begitu mempersulit dan membuat mereka begitu terdesak, padahal mereka adalah kaum yang memiliki tingkat ashabiyah (rasa kesukuan) dan fanatisme jahiliah; mereka adalah kaum yang merasa memiliki tingkat balaghah dan bayan yang jauh lebih bisa menjadikan mereka untuk berbangga-bangga. Mereka tidak pemah merasa berbahagia sebagaimana bahagia yang disebabkan syair dan balaghah. Namun, ketika mereka mendapati dirinya berada di hadapan balaghah yang begitu tinggi, dengan struktur kata yang begitu tangguh dan begitu bermakna tinggi, mereka baru merasa tidak mampu untuk melakukannya. Karena mereka tidak mampu melakukan hal demikian, maka mereka mulai secara terang-terangan memusuhi Nabi saw. Mereka mulai mengumumkan perang dengan beliau dan orang-orang yang beriman kepadanya; pena diganti dengan pedang. Untuk mencapai tujuan itu mereka mengerahkan segala daya dan upaya. Mereka melakukan hal ini tidak lain karena mereka tidak mampu menandingi AI-Quran, sehingga di antara mereka ada yang meyakini bahwa Al-Quran bukanlah ucapan manusia. Sebagian mereka beriman kepada Nabi saw:, dan sebagian lain mengingkari karena mereka iri hati dan pongah. Dengan begitu, sungguh tegaslah i’jaz Al-Quran dan hal itu pulalah yang menunjukkan kebenaran Muhammad saw., bahwa beliau benar-benar diutus dari Sang Maha Perkasa, yang mengatasi segala kekuatan manusia.
 
BAB 1 I'JAZ AL-QURAN Bentuk Lain I'jaz Al-Quran
Tantarigan yang ditunjukkan Al-Quran tidak terbatas hanya pada keharusan membual sesuatu yang menyamai Al-Quran, atau sebuah surat yang sama dengannya, akan tetapi Al-Quran juga menantang dengan hal- hal lain yang ditunjukkannya. Allah berfuman:
Apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran? Kalau sekiranya Al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka telah mendapatkan banyak pertentangan di dalamnya. (An-Nisa: 82)
Di dalam ini tidak ada satu wujud pun, kecuali timbul secara bertahap; dati lemah dirinya menjadi kuat, dan dari kurang menjadi sempurna. Begitu juga semua yang mengikuti d,irinya dan kumulasinya adalah disebabkan oleh af’al (perbuatan-perbuatan) dan atsar (akibat-akibat). Ringkasnya, manusia adalah wujud yang selalu berubah dan berevolusi di dalam wujudnya, perbuatanperbuatannya dan akibat-akibatnya, yang akibat-akibat tersebut dicapai dengan pikiran dan pengetahuan. Tidak ada seorang pun di antara kita, kecuali setiap hari ia akan melihat dirinya hari ini lebih sempurna dari hari kemarin. Adapun sikapnya pada saat yang lain, selalu ingin berusaha memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam perbuatan dan ucapan pada saat pertama, adalah persoalan yang tidak bisa dipungkiri oleh manusia mana pun yang mempunyai kesadaran.
Al-Quran adalah sebuah Kitab yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. dengan bertahap. Ia disampaikan kepada manusia ayat demi ayat secara bertahap (tidak sekaligus) selama 23 tahun, di tempat-tempat yang berbeda dan dengan kondisi-kondisi yang beragam, di Makkah atau Madinah. Ia diturunkan pada siang atau malam hari, ketika menetap atau sedang dalam perjalanan, ketika damai atau perang, kalah atau menang, aman atau menakutkan; ketika untuk menyampaikan pengetahuan- pengetahuan Ilahiyah, mengajarkan akhlak mulia, dan memberlakukan hukum-hukum agama dalam berbagai hal. Namun demikian tidak terjadi suatu ikhtilaf pun di dalamnya, dalam hal struktur kata yang serupa, mutu ayat-ayatnya. Ia merupakan sebuah Kitab yang serupa, mutu ayat- ayatnya,dan berulang-ulang.
Pengetahuan-pengetahuan yang disampaikan Al-Quran, dan prinsip- prinsip yang diberikannya tidak pernah saling membatalkan satu sama lain; tidak pernah mematikan satu dengan yang lain. Ayat-ayat AI-Quran, satu sama lain saling menafsirkan, saling menjelaskan, dan kalimat -kalimatnya saling membenarkan, sebagaimana Ali r.a. mengatakan: "(Al-Quran itu) saling menjelaskan bagian-bagiannya dan saling menjadi saksi satu sama lain." Kalaulah AI-Quran bukan dari sisi Allah, sungguh akan terjadi perbedaan dalam hal keserasian dan keindahannya. Ucapannya akan berbeda-beda dari segi syadaqah (efektivitas pembicaraan) dan balaghah- nya, maknanya dari segi salah dan benarnya, dan dari segi kesempurnaan dan kekukuhannya."
Al-Quran pada keadaan seperti itu, tidaklah diturunkan di tempat
This document is created with trial version of CHM2PDF Pilot 2.15.74.
geografis tertentu, dan tidak pula dikhususkan untuk kaum tertentu, akan tetapi diperuntukkan bagi semua manusia. Ia menyeru seluruh manusia, di mana saja ia berada, di penjuru bumi mana pun ia tinggal, dan kapan saja. Hukum-hukum Al-Quran bersifat kontinyu sampai hari kiamat. Al-Quran adalah sebuah Kitab samawi yang membenarkan dan menunjukkan dengan jelas bahwa telah terjadinya penyelewengan-penyelewengan pada agama- agama samawi sebelumnya. AI-Quran mengingatkan kita tentang apa yang sebenarnya terjadi dan memprediksi peristiwa-peristiwa yang akan terjadi. Al-Quran menegaskan dasar-dasar praktis evolusi manusia yang sempurna, syarat-syarat dan karakteristik -karakteristik yang menjadi faktor evolusi tersebut. AI-Quran juga menunjukkan akibat dari penyelewengan seruannya yang di dalamnya tidak terjadi ikhtilaf sedikit pun, baik dalam struktur maupun penjelasannya (bayan), atau dalam hal hukum-hukum dan ilmu-ilmunya (ma'arif). Materi dan hukum Al-Quran bersifat abadi. Tidak ada satu materi pun yang diubah dan tidak ada satu ketentuan (hukum) pun yang diganti. Begitu juga, kita tidak pernah men- dengar berbagai muktamar diadakan untuk mengubah materi perundang- undangan Al-Quran.
Ringkasnya, Al-Quran adalah sebuah Kitab yang disucikan dari berbagai ikhtilaf, kukuh dalam segala halnya, baik di tengah maupun di kedua sisinya; dalam hal balaghah maupun bayan, hukum, keadilan dan etikanya. Di dalamnya tidak ada kontradiksi dan kerancuan. Ia benar-benar merupakan firman yang memisahkan antara yang hak dan yang batil, dan sekali -kali bukanlah AlQuran itu senda gurau. Semua yang termaktub di dalamnya berbeda dengan hal-hal yang dibuat oleh makhluk, dalam segala halnya, baik dalam hal struktur kata, balaghah, hukum-hukum maupun prinsip-prinsipnya; baik dalam hal surat-surat, ayat-ayat, huruf-huruf, struktur-struktur kalimat, kemuliaan dan ketinggian, maupun ungkapan dan kalimat-kalimatnya. Kalimat itu sendiri mencakup balaghah-nya.
Sedangkan struktur-kalimat (uslub) adalah khusus mengenai makna lain kemuliaan Al-Quran. Begitu juga halnya dengan fawatih (pembuka) dan khawatim (penutup), mabadi dan matsani, thawali dan maqathi; wasaith dan fawashil; kemudian ungkapan dalam struktur surat dan ayat, tafashil-al- tafaskil, dalam hal banyak dan sedikitnya, ungkapan muwasysyah dan murashsha'nya, mufashshal dan musharra'-nya, muhalla dan mukallal-nya, muthawwaq dan mutawwaj-nya, yang mauzun dan yang tidak mauzun (kharij 'an al-wazn), keajegan struktur dan mutashabihnya; cara keluar dari satu fashal ke fashal yang lain, dari washal ke washal yang lain, dari satu makna ke makna yang lain, makna ke dalam makna, pengumpulan di antara yang mu'talaj (sama) kepada yang mukhtalaf (berbeda), dari yang muttafaq kepada yang muttasak; banyaknya tashanuf, kebenaran suatu ungkapannya (salamat al-gaul) - semuanya termasuk ta'assuf,- dan cara keluarnya dari ta ammuq dan tasyadduq, dalam hal dimensi ta'ammul dan takallulafaz-nya, dan kosa katanya, penciptaan huruf dan adatnya, mengenai penciptaan kandungan makna dan katanya, basth dan gabdh- nya, bina dan naqdh-nya, keringkasan (ikhtishar) dan penjelasannya (syarh), tasybih (penyerupaan) dan penyifatannya (washf), pemisahan ibtida' dari atba'-nya, juga yang mathbu' dari yang mashnu' .... semuanya termasuk yang dilakukan oleh Al-Quran dengan cara yang sangat agung, dengan ketelitian yang tiada taranya. Alangkah indahnya ketika ia bersumber dari Tuhan, ketika ia sebagai persoalan syara' dan firman Allah, yang semuanya menjadi bukti bahwa Al-Quran bersumber dari keluhuran AI-Malakut dan kemuliaan AI-Jabarut.
 
BAB 2 AL-QURAN DAN RAHASIA ANGKA-ANGKA (I'JAZ 'ADADI)
Al-Quran Al-Karim, seluruh isinya merupakan mukjizat. Simbol-simbol maknanya, yaitu lafaz-lafaznya, juga merupakan mukjizat; dan ketika makna tersebut dilekatkan kepada sebuah lafaz, ia memberi makna kepada kata. Kata-kata Al-Quran, dengan susunannya yang teratur pada serangkaian mukjizat terbesar ini menerangkan i’jaz AI-Quran kepada kita dengan sangat jelas. Katakata dalam Al-Quran, dengan sejumlah pengulangannya, juga merupakan mukjizat. Jumlah kata-kata dalam AI- Quran yang menegaskan kata-kata yang lain ternyata jumlahnya sama dengan jumlah kata-kata Al-Quran yang menjadi lawan atau kebalikan dari kata-kata tersebut, atau di antara keduanya ada nisbah kebalikan atau kontradiktif. Apabila jumlah kata-kata yang ada dalam AlQuran merupakan mukjizat, maka begitu pula huruf-hurufnya. Jumlah-jumlah huruf tertentu dalam Al-Quran, pada dasarnya, merupakan mukjizat yang agung. Mukjizat dalam Al-Quran tidak hanya terbatas pada ayat-ayat mulianya, makna- maknanya, prinsip-prinsip dan dasar-dasar keadilannya, serta pengetahuanpengetahuan gaibnya saja, melainkan juga termasuk jumlah- jumlah yang ada dalam Al-Quran itu sendiri. Begitu juga jumlah pengu- langan kata dan hurufnya. Fenomena i’jaz 'adadi pada Al-Quran bukanlah temuan baru, akan tetapi sudah melewati lintasan sejarah yang panjang. orang-orang yang melakukan studi tentang 'ulum Al-Quran sejak dahulu sudah menyadari adanya fenomena tersebut. Mereka menyadari bahwa pemakaian huruf dan kata dengan jumlah tertentu memiliki maksud dan tujuan tertentu. Sehingga mereka bentpaya menyingkap' rahasia hubungan antara jumlahjumlah tersebut dengan makna-makna katanya. Misal, kaum Salaf begitu memperhatikan huruf-huruf muqaththa'ah pada permulaan-- permulaan sebagian surat pada Al-Quran; mereka menyadari bahwa pada pengulangan huruf-huruf muqaththa'ah tersebut terdapat makna-makna tertentu.
 

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

 
back to top